Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengirimkan surat penjelasan untuk menjawab Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dari Ombudsman Republik Indonesia. LAHP tersebut merupakan temuan Ombudsman tentang adanya maladministrasi dalam proses lelang blok tambang yang dilakukan pada tahun lalu.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pihaknya telah menjawab LAHP tersebut. Dalam penjelasannya, Bambang mengklaim bahwa proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) telah dilakukan sesuai prosedur.
Sehingga, Bambang membantah jika pihaknya telah melakukan maladministrasi. "Sudah dijawab, dijelaskan, bahwa sudah sesuai prosedur," kata Bambang saat ditemui di Kantor Kementeria ESDM, Senin (4/3).
Saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Komisioner Ombudsman RI Laode Ida membenarkan bahwa pihaknya telah menerima jawaban dari Kementerian ESDM. Namun, baik Bambang maupun Laode masih enggan untuk menjelaskan detail penjelasan yang dimaksud.
Namun, Laode memberikan isyarat bahwa Ombudsman masih belum puas dengan jawaban yang disampaikan oleh Kementerian ESDM. Saat ini, lanjut Laode, pihaknya akan kembali memberikan penjelasan atas jawaban yang disampaikan Kementerian ESDM. "Kita memberikan penjelasan atas jawaban mereka," kata Laode saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/3).
Apalagi, Laode menegaskan bahwa pihaknya masih akan mendorong pihak Kementerian ESDM untuk menjalankan LAHP dari Ombudsman. Alasannya, proses lelang WIUPK pada tahun lalu dinilai tidak sesuai standar regulasi. "Sebetulnya kami menujukkan kesalahan-kesalahan dalam kebijakan itu sebagai tindakan korektif," ujarnya.
Selanjutnya, sambung Laode, apabila Kementerian ESDM tidak memberikan jawaban korektif dan tidak melaksanakan LAHP, maka pada tahap berikutnya Ombudsman akan melakukan pemeriksanaan khusus.
Pemeriksaaan khusus tersebut bisa dilakukan kepada pihak-pihak terkait dalam pembuatan kebijakan tersebut, termasuk panitia lelang, bahkan bisa juga terhadap Direktur Jenderal hingga Menteri. "Jika tidak mengerti (tidak memberikan jawaban korektif dan juga tidak melaksanakan LAHP), kami akan panggil untuk dimintai keterangannya," terang Laode.
LAHP dari Ombudsman tersebut sudah disampaikan ke Kementerian ESDM pada Rabu, 23 Januari 2019 lalu. Kementerian yang dipimpin oleh Ignatius Jonan tersebut diberikan waktu selama 30 hari untuk menjawab LAHP itu.
LAHP tersebut merupakan hasil pemeriksaan Ombudsman untuk menindaklanjuti keberatan dari pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) atas lelang prioritas yang dimenangkan oleh PT Aneka Tambang (Antam) terhadap dua wilayah eks. PT Vale Indonesia.
Yakni Blok tambang nikel Bahodopi Utara di Sulteng yang dimenangkan Antam pada 1 Agustus 2018 dan Blok tambang nikel Maratape di Sultra pada 21 Agustus 2018.
Menurut informasi yang didapatkan Kontan.co.id, ada sejumlah poin dalam LAHP Ombudsman tersebut. Antara lain, Pertama, mengenai penetapan WIUPK, dimana seharusnya wilayah tambang yang bersangkutan berubah terlebih dulu menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
Penetapan WPN itu mesti melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penetapan dari WPN menjadi WIUPK perlu mempertimbangkan aspirasi pemerintah daerah.
Kedua, mengenai status wilayah, di mana seharusnya WIUPK Operasi Produksi tidak bisa serta merta berubah statusnya menjadi WIUPK Eksplorasi. Sementara poin ketiga dan keempat berkaitan dengan peserta lelang.
Dalam hal ini, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sulawesi Tengah, yaitu PD Konosara, dinilai telah memenuhi persyaratan finansial, namun batal menjadi pemenang lelang. Sementara BUMD PT Pembangunan Sulawesi Tengah tidak mendapatkan kesempatan melakukan evaluasi ulang untuk melengkapi dokumen yang diperlukan.
Berdasarkan temuan itu, Ombudsman pun menyarankan Kementerian ESDM untuk membatalkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1802 K/30/MEM/2018 tentang WIUP dan WIUPK periode tahun 2018.
Alhasil, jika status wilayah berubah dari WIUPK menjadi WIUP, maka pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengelola wilayah tambang tersebut. Selain itu, keputusan pemenang lelang pada tahun lalu pun disarankan untuk dikaji ulang.
Kesiapan Antam
Menanggapi hal ini, Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan bahwa pihaknya menunggu penyelesaian antara Kementerian ESDM dan Ombudsman.
Merasa telah memenuhi proses lelang sesuai aturan, termasuk dengan membayar Kompensasi Data Informasi (KDI), Arie mengatakan bahwa Antam menyerahkan keputusan akhir kepada Kementerian ESDM. "Saya serahkan semua kebijakan kepada kementerian saja karena mereka yang telah memutuskan (untuk memenangkan Antam)," ujarnya.
Bahkan, Arie pun mengatakan Antam tak keberatan jika keputusan akhir mengharuskan untuk melakukan lelang ulang. Arie menyebut, pihaknya siap kembali mengikuti lelang jika keputusan mengharuskan demikian. "Kalau lelang ulang ya mungkin kita ikut lagi," kata Arie.
Hanya saja, apabila keputusan akhir memastikan kedua blok tersebut tetap berada di tangan Antam, Arie menegaskan bahwa pihaknya siap untuk mulai melakukan eksplorasi pada tahu ini.
Selain itu, Arie pun menekankan Antam berkomitmen melakukan konsolidasi dengan Pemda, dimana ada porsi saham sebesar 10% dari blok tambang tersebut. "Ya kami siap (melakukan eksplorasi). Kita juga harus berkonsolidasi dengan pihak pemda karena ada bagian Pemda sebesar 10%," terangnya.
Asal tahu saja, pada tahun ini, menganggarkan dana sebesar Rp 120 miliar untuk aktivitas eksplorasi ketiga komoditasnya, yakni emas, nikel dan bauksit. Angka itu, naik sekitar empat kali lipat dibandingkan dana eksplorasi yang dikeluarkan Antam pada tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News