Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membuka peluang bagi beberapa golongan masyarakat untuk mengelola tanah telantar, salah satunya organisasi ekstra kampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Hal itu diungkap oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis.
"Masyarakat termasuk halnya organisasi keagamaan, organisasi kampus dapat mendapatkan peluang mengelola tanah telantar sepanjang memenuhi syarat sebagaimana perundang-undangan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/7/2025).
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Usul Tambah Anggaran Rp 3,63 Triliun untuk Tahun 2026
Pengelolaan tanah telantar diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
Menurut aturan tersebut tanah telantar adalah tanah hak yang dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.
PP ini juga menjadi landasan penting dalam upaya negara menertibkan tanah-tanah, khususnya para pengusaha pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang menelantarkan dan tidak memanfaatkan tanah sesuai peruntukannya.
Obyek penertiban tanah telantar
Berdasarkan PP No. 20/2021, terdapat jenis tanah yang bisa dijadikan obyek penertiban, berikut rinciannya:
- Hak Guna Usaha (HGU)
- Hak Pengelolaan
- Hak Pakai
- Hak Guna Bangunan (HGB)
- Tanah Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT)
- Hak Milik.
Meski demikian, Harison mengatakan bahwa penertiban tanah telantar yang selanjutnya diambil negara ini tidak dilakukan secara sembarangan.
"Penetapan tanah telantar dilakukan setelah memenuhi seluruh persyaratan dan dilaluinya prosedur/tahapan yang panjang sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021," ucapnya.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Sebut Ada Potensi 73 Ha Lahan Buat Perumahan
Syarat penertiban tanah telantar
Penertiban tanah telantar juga wajib memenuhi ketentuan khusus. Berikut ini syarat tanah hak milik, HGB, serta HGU bisa dikatakan sebagai tanah telantar:
1. Tanah hak milik
- Dikuasai oleh pihak lain hingga menjadi kawasan perkampungan
- Dikuasai pihak lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa adanya hubungan hukum dengan pemilik
- Tidak terpenuhinya fungsi sosialnya.
2. HGU dan HGB
Penertiban tanah dengan HGU dan HGB dibuat berbeda dengan penertiban tanah SHM.
- Merujuk PP Nomor 20 Tahun 2021, tanah HGU dan HGB dapat menjadi obyek penertiban tanah apabila selama 2 tahun sejak diterbitkan haknya tidak diusahakan, tidak digunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan sebagaimana peruntukan yang tercantum dalam proposal awal permohonan hak.
Jika tanah memenuhi syarat di atas, pemerintah dapat menetapkannya sebagai obyek tanah telantar.
Tanah telantar tersebut akan dikuasai langsung oleh negara dan dianggap sebagai Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN).
TCUN adalah tanah yang sudah ditetapkan sebagai Tanah Telantar dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Pengelolaan tanah telantar oleh negara
Seperti yang sudah dijelaskan, tanah telantar akan dikuasai oleh negara untuk selanjutnya dikelola dan dilakukan pendayagunaan.
Pemerintah dapat menunjuk pihak-pihak yang berhak menjadi pengelola TCUN.
Menurut Harison, pendayagunaan TCUN adalah upaya pengusahaan dan penataan kembali agar dapat mendatangkan hasil dan manfaat untuk kepentingan masyarakat dan negara.
Baca Juga: ATR/BPN Tengah Rancang Kebijakan Kemudahan Pengajuan HGU untuk Usaha Kecil
Dia merinci, pengelolaan tanah telantar itu bisa digunakan untuk pertanian dan nonpertanian yang mendatangkan kepentingan bagi masyarakat dan negara.
Berikut kegiatan pengelolaan tanah telantar:
- Digunakan untuk reforma agraria
- Digunakan untuk dukungan proyek strategis nasional
- Sebagai Bank Tanah
- Cadangan negara lainnya.
Harison memastikan, pengelolaan TCUN tidak dilaksanakan secara top down. melainkan secara usulan dari beberapa pihak.
"Pendayagunaan TCUN dilakukan berdasarkan usulan atau informasi yang berasal dari: kementerian/lembaga, Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan; dan/atau pemerintah daerah dan tentunya membuka partisipasi dari masyarakat," ucapnya.
Baca Juga: ATR-Kemenkeu Akan Kerja Sama Tertibkan Penggunaan HGU yang Tak Sesuai Ketentuan
Harison mencontohkan untuk reforma agraria misalnya, terdapat ketentuan terkait subyek Reforma Agraria yang mencakup salah satunya orang perseorangan, kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, dan badan hukum.
Berikut penjelasannya:
1. Orang perseorangan
- WNI
- Berusia paling rendah 18 tahun
- Bertempat tinggal di wilayah obyek Redistribusi Tanah.
2. Badan hukum
- Wajib berbentuk koperasi, badan usaha
- Milik desa, yayasan, dan badan hukum untuk kepentingan keagamaan.
Nantinya sesuai kewenangan, Kementerian ATR/BPN menetapkan Tanah Obyek Reforma Agraria. Sementara Pemerintah Daerah menetapkan subjek yang akan diredistribusi kepada masyarakat.
Pengelolaan tanah telantar ini dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan kebijakan strategis nasional, rencana tata ruang, dan/atau kesesuaian tanah dan daya dukung wilayah.
Baca Juga: ATR/BPN Ungkap Kasus Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi
Kewajiban pengelola tanah telantar
Selain menerima TCUN, subyek pengelola juga memiliki kewajiban yang harus dilakukan. Berikut di antaranya:
- Menggunakan dan mengusahakan sendiri tanahnya secara aktif
- Menjaga dan memelihara TCUN
- Mematuhi seluruh ketentuan yang ditetapkan oleh menteri dan ketentuan peraturan perundang undangan
- Menaati ketentuan dan syarat pemanfaatan TCUN
- Melaporkan pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan tanah secara berkala setiap tahun.
Penerima TCUN juga dilarang menelantarkan tanah tersebut, mengalih fungsikan pemanfaatan TCUN, dan/atau memerintahkan pihak lain untuk mengelolanya.
Selanjutnya: Fenomena Rojali Kian Nyata, BPS Mencatat Orang Kaya Makin Menahan Belanja
Menarik Dibaca: Awas Patah Hati, 6 Film Ini Ceritakan Orang yang Tepat di Waktu yang Salah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News