kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kementerian ATR targetkan akan keluarkan 12 juta sertifikat pada 2019


Senin, 28 Januari 2019 / 14:10 WIB
Kementerian ATR targetkan akan keluarkan 12 juta sertifikat pada 2019


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) tahun 2019 ini menargetkan 12 juta sertifikat tanah di seluruh Indonesia. Hal dikatakan Menteri ATR / BPN Sofyan A. Djalil saat membuka acara Rapat Kerja Terbatas (Rakertas) di Kementerian ATR / BPN di Aula Prona Jakarta Selatan, Senin (28/1).

"Tahun ini (jumlah sertifikat tanah) 10 juta - 12 juta. Di tahun 2025 seluruh tanah sudah terdaftar. Alhamdulillah sekarang sudah lebih baik," kata Sofyan.

Sofyan menyebut bahwa dalam dua tahun ini sejak 2017 sertifikat tanah sudah menunjukkan perbaikan. Ini terlihat peningkatan jumlah sertifikat yang diterbitkan pemerintah dari tahun ke tahun semakin banyak.

"Ditahun 2014 ada 4,8 juta sertifikat tanah, 2017 ada 5,4 juta sertifikat, di tahun 2018 ada 9,3 juta sertifikat dan sampai sekarang total dari tahun 2015 sampai sekarang sudah 16 juta bidang tanah kita daftarkan," ungkapnya.

Sebagian besar tanah di Indonesia sudah disertifikatkan. Namun sayangnya sebagian lain belum disertifikasi karena masih sengketa atau pemilik tidak ada di lokasi. Bahkan dalam praktiknya, selama ini masalah sertifikat tanah layaknya benang kusut. Hal ini akibat tidak adanya kekuatan hukum dan kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menjamin asetnya di bank.

"Saya katakan, kondisi di Indonesia ini di berbagai sektor itu kusut, di bidang pertanahan kusutnya luar biasa yang sekarang kita coba urai," jelasnya.

Tapi meski demikian, kemajuan itu bisa lebih baik dan cepat dengan cara menyelesaikan masalah pertanahan di Indonesia. "Menurut World Bank tingkat finansial inklusi dibawah yang punya akses ke perbankan formal saat ini baru 40%, ini yang menjadi ketimpangan besar," ungkapnya.

Adapun 40% itu adalah beberapa orang memahami terkait dengan sertifikat tanah. Misalkan saja pengusaha, pembeli rumah di BTN atau perumnas dan pembeli rumah di real estate.

"Tapi masyarakat umumnya enggak punya itu, sehingga mereka pinjam ke renternir. Bunga rentenir kalau di Samarinda itu 4:8, bisa 50% (bunga). Itu yang selama ini masyarakat tidak pedulikan dan membikin disparitas kemiskinan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×