Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) menjadi salah satu fokus kebijakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kebijakan ini juga sejalan dengan upaya industrialisasi berbasis hilirisasi sumber daya alam mineral.
Peningkatan nilai tambah nikel sebagai salah satu komoditas mineral dapat mencapai 19 kali apabila diolah menjadi bahan baku baterai. Namun demikian, hingga tahun 2020, sebagian besar pengolahan bijih nikel di Indonesia berada pada jalur untuk memproduksi NPI dan FeNi, bukan pada jalur untuk produksi baterai.
“Karenanya, pemerintah terus mendukung upaya pertumbuhan industri dalam negeri khususnya industri hilirisasi sumber daya alam mineral dan pengembangan EV di tanah air,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Penandatanganan Perjanjian Proyek Baterai HPAL di Jakarta dikutip dari siaran pers di situs Kemenperin, Rabu (13/9).
Penandatanganan perjanjian proyek baterai HPAL tersebut dilakukan oleh PT Anugrah Neo Energy Materials sebagai investor dengan mitra strategis PT Gotion Indonesia Materials. Proyek baterai HPAL akan mengubah bijih nikel atau limonite menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan proses hydrometallurgy yang menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Baca Juga: Groundbreaking Smelter Nikel di Kaltim, Menperin Tegaskan Pentingnya Hilirisasi
Salah satu keunggulan smelter HPAL adalah dapat menggunakan limonite yang merupakan bijih nikel kadar rendah, sebagai feedstock. Biji nikel jenis limonite juga kaya dengan kandungan Co (cobalt) yang dibutuhkan untuk katoda baterai jenis Nickel Manganese Cobalt (NMC).
Menurut Agus, dengan target kuantitatif pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) untuk roda empat dan lebih sebesar 400.000 unit pada tahun 2025 dan satu juta unit pada tahun 2035, maka proyeksi kebutuhan nikel sebagai bahan baku baterai, khususnya jenis baterai NMC 811 akan terus meningkat.
Proyek Baterai HPAL antara Anugrah Neo Energy Materials (ANEM) berstatus 100% penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan dengan mitra strategis PT Gotion Indonesia Materials (GIM) yang berstatus penanaman modal asing (PMA). Proyek tersebut akan berlokasi di Neo Energy Buleleng Industrial Park (NEBIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Kerja sama ini nantinya akan menjadi operasi yang terintegrasi secara vertikal yang menggabungkan sumber daya tambang dengan fasilitas HPAL. Tujuannya untuk memproses Bijih Ni menjadi MHP dan Ni/Co Sulfat yang merupakan bahan prekursor katoda untuk produksi baterai kendaraan listrik.
Baca Juga: Deloitte & Foundry: Peluang Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia Mencapai US 19 M
Keberadaan proyek baterai HPAL tersebut diharapkan menambah kapasitas MHP nasional sebanyak 120.000 metrik ton per tahun. Sebagai aspek utama dalam produksi kendaraan listrik, jalur panjang produksi baterai dari bijih limonite tersebut memerlukan dukungan terintegrasi dari berbagai sektor industri terkait. Kemenperin sendiri terus mendukung dan memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha industri di dalam negeri yang berkontribusi terhadap keberhasilan program hilirisasi.
Pada kesempatan ini, Menperin pun memberikan apresiasi kepada seluruh investor dan jajaran Direksi Anugrah Neo Energy Materials dan Gotion Indonesia Materials atas komitmennya dalam membangun industri smelter nikel di Indonesia. "Langkah ini turut menyukseskan program hilirisasi serta menjadi langkah penting menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News