Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pihaknya bakal membahas credit scoring dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk percepatan penyaluran pembiayaan bagi UMKM.
Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar ada alternatif bagi UMKM bisa mengakses pembiayaan.
Penerapan credit scoring merupakan upaya alternatif bagi UMKM untuk bisa mengakses pembiayaan terutama bagi mereka yang tak memiliki aset.
“Credit scoring bukan berarti tidak ada asset dan tidak ada agunan, dan tidak ada kolateral. Tapi kolateralnya bukan dalam bentuk asset, tapi misalnya kesehatan usaha kemudian kontrak bisnis,” kata Teten ditemui di Gedung Serbaguna Senayan, Jumat (1/9).
Baca Juga: OJK Optimistis Kinerja Sektor Keuangan Tetap ke Arah Normalisasi Pra Pandemi
Ia mengatakan dengan kebijakan belanja pemerintah 40% dari UMKM, artinya sudah ada banyak UMKM yang mendapatkan pesanan dari pemerintah. Nah, pesanan ini nantinya akan bisa menjadi agunan bagi UMKM dalam mengakses permodalan.
Teten mengatakan, rencana penerapan credit scoring akan dibahas bersama OJK. Saat ini pihaknya sedang menyiapkan konsep dari penerapannya.
“Akan dibahas dengan OJK bersama OJK, kami sedang siapkan konsepnya, ini kan perintah presiden dan mudah-mudah bisa segera,” ujarnya.
Teten mengatakan saat ini sudah ada 145 negara yang menerapkan credit scoring. Maka tak menutup kemungkinan Indonesia juga dapat menerapkan hal yang sama dalam penyaluran pembiayaan bagi UMKM.
Dengan penerapan credit scoring kata Teten akan mempercepat penyaluran kredit kepada UMKM yang tidak memiliki asset.
“Kalau UMKM diharuskan pakai kolateral agunan berupa asset ya pasti mereka ada hambatan,” kata Teten.
Ia mengatakan, upaya pemerintah dalam mempercepat dan mempermudah akses pembiayaan pada UMKM selain dengan penerapan credit scoring, juga dilakukan dengan penghapusan kredit macet UMKM yang sudah lama serta telah dihapus bukukan oleh Perusahaan asuransi seperti Jamkrindo dan Askrindo.
“Maksud pak presiden agar ada kemudahan akses pembiayaan, karena ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun masih tetep akan mengandalkan UMKM, karena itu pak presiden terus mem-push kami. Dan tentu ini harus segera direspon oleh OJK. Karena OJK masih menerapkan model konvesional,” kata Teten.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan tahun ini alokasi kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 460 triliun. Dimana KUR maksimal sebesar Rp 500 juta per pemohon dengan bunga 6%.
Baca Juga: Berencana Listing di BEI Akhir 2023, Bank Muamalat Terus Perbaiki Manajemen
"Problemnya hanya perlu disosialisasikan agar kuota Rp 460 triliun ini harus habis dan tak ada yang tersisa karena bunganya hanya 6% Namun, betul-betul hanya untuk usaha mikro atau UKM," kata Jokowi, Kamis (31/8).
Ia meminta agar kredit KUR tanpa agunan, mestinya harus dapat menggunakan sistem credit scoring. Pasalnya sudah ada 145 Negara yang menggunakan sistem kredit skoring bagi akses pembiayaan UMKMnya.
"Melihat skornya, melihat karakter [UMKM]-nya baik atau tidak, beri Rp 500 juta, beri Rp 300 juta, beri Rp 100 juta. Mestinya seperti itu, karena pengusaha muda yang baru berangkat untuk masuk dunia usaha, biasanya belum memiliki aset, belum memiliki kolateral, belum memiliki agunan, jadi kalau peluang diberikan dengan sistem kredit skoring itu akan lebih memudahkan. Ini akan terus saya dorong," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News