Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan bahwa prinsip kebijakan cukai adalah untuk pengendalian barang-barang yang mempunyai eksternalitas negatif.
Eksternalitas ini bisa mencakup kepada lingkungan, kesehatan, maupun sosial. Menurutnya, ketika ada barang yang mempunyai eksternalitas negatif maka harus dikendalikan konsumsinya.
"Diapers dan tisu basah, memang mendatangkan eksternalitas negatif berupa pencemaran lingkungan. Sampah dari diapers dan tisu basah sulit terurai. Maka hal tersebut dijadikan alasan kenapa bisa dikenakan cukai," kata Huda.
Baca Juga: Sebanyak 11 Pabrik Rokok di Sumenep Resmi Kantongi Izin Operasi dari Bea Cukai
Namun, Huda menambahkan bahwa pengenaan cukai untuk barang-barang yang sifatnya merusak lingkungan akan lebih sulit ketimbang yang mengganggu kesehatan.
Hal ini dikarenakan dampak ke kesehatan bisa langsung terasa dan lebih bersifat personal ketimbang cukai untuk kelestarian lingkungan.
"Memang saya melihat akan lebih cepat implementasinya ketika berhubungan dengan kesehatan individu seperti minuman berpemanis," katanya.
Oleh karena itu, ketimbang mengkaji banyak produk yang akan dikenai cukai, ia berharap pemerintah lebih fokus untuk mengimplementasikan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
"Ketika sudah dilaksanakan dengan optimal, baru memperluas barang kena cukai. Selain itu, ketika dilakukan satu per satu, maka beban kepada masyarakat akan lebih terarah," terang Huda.
Selanjutnya: Bossman Mardigu dan Helmy Yahya Batal Jadi Komisaris Bank BJB, Apa Penyebabnya?
Menarik Dibaca: 3 Varian Moisturizer OMG Sesuai Kebutuhan Kulit, Murah Tapi Bagus!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













