Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku membuka peluang penerapan pajak kekayaan (wealth tax).
Hanya saja, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan bahwa langkah tersebut membutuhkan proses panjang dan kajian yang menyeluruh.
"Saya akan bilang bahwa kita punya arah (penerapan pajak kekayaan) pastinya. Namun tentunya pengenalan sebuah jenis pajak yang baru ini tentu tidak sederhana," ujar Yon dalam acara diskusi di Hotel Ashley Wahid Hasyim Jakarta, Selasa (27/5).
Yon menegaskan bahwa pengenalan jenis pajak baru bukanlah perkara sederhana dan membutuhkan proses yang panjang.
"Misalnya hari ini kita ingin kenakan pajak, terus besok kemudian kita terbitkan sebuah aturan baru ya. Tentu nggak begitu modelnya," jelasnya.
Baca Juga: Dirjen Pajak Bakal Fokus Perbaiki Sistem Coretax Hingga Pemetaan Masalah
Ia menekankan pentingnya proses tahapan, mulai dari riset, konsultasi publik, hingga pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Pasalnya, jika pajak kekayaan (wealth tax) dikategorikan sebagai jenis pajak baru, maka regulasinya harus diatur dalam Undang-Undang (UU).
Meski diskusi pajak kekayaan juga muncul dalam forum internasional, menurutnya pemerintah tetap mengedepankan kehati-hatian. Yon menekankan perlunya kajian cost-benefit ananlysis serta evaluasi menyeluruh terhadap beban pajak yang telah ada.
Yon menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap gagasan pajak kekayaan, namun memastikan bahwa setiap langkah akan dilakukan secara terukur dan inklusif.
"Jadi kita bukannya tidak punya arah ke sana. Tetapi tentu untuk introduksi sebuah jenis pajak baru tentu perlu waktu untuk diperkenalkan," pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pusat Kajian Hukum dan Anggaran Indonesia di Forum Pajak Berkeadilan Indonesia (FPBI) Yenti Nurhidayat mendorong pemerintah untuk menerapkan pajak kekayaan sebagai salah satu instrumen perpajakan alternatif penyumbang penerimaan negara.
"Mereka mendapatkan kemudahan akses, privilege untuk terlibat di dalam pengelolaan kekayaan negara dan lain-lain. Tetapi kemudian ternyata tidak dikenakan atau belum ada dikenakan pajak yang mengarah pada pajak kekayaan tersebut," Kata Yenti.
Dalam laporan yang dipublikasi PRAKARSA dan FPBI, pajak kekayaan di Indonesia diusulkan untuk dikenakan pada individu dengan kekayaan bersih lebih dari US$ 10 juta atau setara Rp 155 miliar.
Tarif yang diusulkan adalah progresif, berkisar antara 1% hingga 2%. Kekayaan yang menjadi objek pajak meliputi berbagai jenis aset, termasuk tabungan, giro, saham, deposito, logam mulia, warisan, donasi, hibah dan keuntungan modal (capital gains).
Dengan asumsi sekitar 4.600 orang Indonesia memiliki kekayaan di atas US$ 10 juta atau Rp 155 miliar (kekayaan yang menjadi batasan tingkat pajak kekayaan), maka potensi pajak kekayaan diestimasi berkisar antara Rp 54 triliun hingga Rp 155,3 triliun rupiah untuk sekali pengenaan.
Baca Juga: Tugas Menantang Dirjen Pajak
Selanjutnya: Presiden Prabowo Dorong Penguatan Ekonomi ASEAN-GCC
Menarik Dibaca: Promo The Body Shop Spesial Gajian sampai 31 Mei 2025, Lipstik dan Toner Diskon 30%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News