Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
Nantinya, permohonan pinjaman tersebut harus disampaikan secara tertulis oleh Ketua Dewan Komisioner LPS kepada Menkeu dengan tembusan kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran, Dirjen Perbendaharaan, dan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
LPS wajib melampirkan data berupa kondisi tingkat likuiditas terakhir, upaya yang telah dilakukan LPS untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, estimasi kebutuhan likuiditas, dan data jaminan.
Selain itu, ada juga rincian rencana penggunaan dana pinjaman, rencana penarikan dana pinjaman, rencana pengembalian dana pinjaman disertai analisis kemampuan membayar kembali, serta laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 3 tahun terakhir.
Baca Juga: Jangan panik! Analis menilai risiko gagal bayar obligasi korporasi masih mini
Setelah LPS mengajukan pinjaman, maka BKF bersama dengan para Dirjen tersebut akan melakukan penilaian dengan memperhatikan tingkat likuiditas, kebutuhan likudiitas, kemampuan membayar kembali LPS, kapasitas fiskal, dan kesinambungan APBN. Ini juga harus disesuaikan dengan kondisi ketersediaan kas negara serta risiko fiskal.
Lebih lanjut, alokasi pemberian pinjaman kepada LPS tersebut dapat berasal dari pergeseran alokasi pada BA BUN Pengelolaan Investasi Pemerintah (BA 999.03) atau bahkan bisa dengan tambahan alokasi baru.
Namun, bila diperlukan tambahan alokasi baru, menkeu harus menetapkan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang digunakan untuk membiayai tambahan alokasi tersebut. Pinjaman kepada LPS ini juga ditetapkan dalam perubahan postur APBN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News