Reporter: Mona Tobing | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas masyarakat adat lokal menuntut Kementerian Kehutanan (Kemenhut) membuka informasi Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan. Kemenhut dinilai tidak transparan, sehingga kerap terjadi konflik masyarakat adat dan kawasan konservasi hutan.
Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif WALHI mengatakan, akibat sikap Kemenhut tidak transparan, pemetaan kawasan telah mengundang konflik. "Transparansi penting sebagai bagian antisipasi adanya kepentingan pelaku usaha skala besar yang mengabaikan kepentingan masyarakat adat," kata Abetnego dalam siaran pers yang diterima KONTAN hari ini (19/5).
Konflik antara masyarakat adat Ketemenggungan Siyai dengan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) di Melawai, Kalimantan Barat hanyalah salah satu contoh. Masyarakat Siyai keberatan dengan perluasan lahan yang dilakukan TNBBBR yang mencapai area kampung.
Iwan Nurdin, Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menambahkan, penetapan kawasan hutan bukanlah cara untuk melegalkan kawasan hutan. Namun juga harus membuka akses bagi penyelesaian konflik agraria di kawasan hutan serta melegalkan kawasan-kawasan yang dikelola rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News