Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan wajib angkutan laut nasional untuk ekspor batubara meresahkan pelaku usaha. Faktor ketersediaan dan kesiapan kapal nasional menjadi alasannya.
Aturan wajib kapal nasional itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 yang kemudian diubah untuk kedua kalinya dalam Permendag Nomor 80 Tahun 2018. Merujuk beleid tersebut, mulai 1 Mei 2020 ekspor batubara wajib menggunakan kapal nasional.
Baca Juga: Kinerja Indo Tambangraya Megah (ITMG) turun, ini rekomendasi dari analis
Pengusaha batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) secara terbuka telah mengungkapkan kecemasannya. APBI khawatir, implementasi peraturan ini dapat mengganggu aktivitas ekspor komoditas emas hitam ini.
Meski begitu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tetap bergeming. Sekretaris Jenderal Kemendag Oke Nurwan menyatakan, hingga saat ini pihaknya belum melakukan perubahan terkait kebijakan tersebut. Artinya, penerapan wajib angkutan nasional untuk ekspor batubara masih tetap sama.
"Sampai saat ini tidak ada perubahan, tinggal memastikan implementasi Permendag tersebut," kata Oke kepada Kontan.co.id, Jum'at (21/2).
Menurut Oke, pihaknya telah memberikan waktu yang cukup bagi stakeholders terkait untuk melakukan persiapan. Sebab, implementasi wajib kapal nasional ini sempat ditunda sehingga mundur menjadi 1 Mei 2020. "Masih seperti itu, artinya stakeholders sudah diberikan waktu yang cukup," sambung Oke.
Baca Juga: AS keluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang, begini dampaknya ke ekspor RI
Asal tahu saja, Permendag Nomor 82 Tahun 2017 tersebut mengatur tentang Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Beleid tersebut merupakan turunan dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XV untuk meningkatkan daya saing industri logistik.
Permendag itu telah direvisi dua kali, yakni melalui Permendag No.48 Tahun 2018 dan Permendag No.80 Tahun 2018. Dalam beleid itu, pelaksanaan penggunaan Asuransi Nasional berlaku efektif pada 1 Februari 2019, sedangkan penggunaan kapal nasional akan diberlakukan pada 1 Mei 2020.
Terkait dengan kesiapan dan ketersediaan kapal nasional yang belum memadai, Oke berpandangan bahwa hal tersebut tidak akan menjadi kendala. Sebab, sambungnya, pelaku usaha masih bisa menggunakan kapal milik perusahaan asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.
Dengan begitu, aktivitas ekspor batubara Indonesia diharapkan tidak akan terhambat. "Sepengetahuan saya, tidak ada masalah secara prinsip, perusahaan asing selama membuka perwakilan di Indonesia dimungkinkan. Supaya ekspornya tidak terganggu," ungkap Oke.
Baca Juga: Apa kata INSA soal kesiapan kapal nasional untuk angkutan ekspor batubara?
Hal itu sebenarnya sudah tertuang dalam Permendag Nomor 82 Tahun 2017. Pasal 5 beleid tersebut menyatakan bahwa dalam hal angkutan laut yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional masih terbatas ketersediaan atau tidak tersedia, eksportir dan importir dapat menggunakan angkutan laut yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing.
Masalahnya, menurut Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan Permendag tersebut belum ada, sehingga implementasinya masih belum jelas. Pasalnya, saat ini pengiriman ekspor batubara pada umumnya menggunakan skema Free on Board (FoB), dimana importir atau pembeli wajib mengusahakan asuransi dan kapal.
Sehingga, jika ada pengalihan kontrak pengapalan FoB, detail skema dan pembiayaan yang harus ditanggung belum tergambar jelas. "Dengan semakin terbatasnya waktu serta belum adanya peraturan teknis pelaksanaan, kami mengkhawatirkan ekspor batubara bisa terganggu," kata Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News