kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.250   0,00   0,00%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Kelola makroprudensial, OECD ingatkan negara berkembang untuk waspadai hal ini


Jumat, 12 April 2019 / 06:50 WIB
Kelola makroprudensial, OECD ingatkan negara berkembang untuk waspadai hal ini


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Head of Asia Desk Development Centre EODB, Kensuke Tanaka mengatakan tantangan capital flow management (CFM) atau pengelolaan modal yang saat ini cukup berat dihadapi adalah kemunculan transaksi e-commerce dan fintech.

"Ini tantangan utama untuk makroprudensial, karena saat ini tekanan arus keluar juga terbatas," jelas Tanaka saat ditemui Kontan.co.id di gedung LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Kamis (11/4).

Menurutnya, dalam jangka panjang kerangka makroprudensial mesti bisa menangkap masalah perlindungan data dan cyber security. Pemerintah mesti menyesuaikan lagi regulasi yang ada terkait dengan munculnya ekonomi digital dan risiko yang akan dihadapi.

Sedangkan saat ini, Tanaka melihat tekanan arus modal keluar justru terbatas sehingga meskipun tetap menjadi masalah, ini bukan lagi yang utama. Apalagi Amerika Serikat (AS) saat ini mengalami perlambatan ekonomi, terutama terlihat dari sikap dovish bank sentral AS alias The Fed.

Di sisi lain, dia juga masih berpendapat manajemen arus modal harus dilakukan dalam jangka waktu yang pendek dan menjadi pilihan terakhir. Ini menjadi poin pembeda dengan pandangan ASEAN yang menyatakan CFM harus bersifat fleksibel dan bisa digunakan dalam jangka panjang.

Selain itu, ASEAN berpendapat bahwa nilai tukar di ASEAN bisa menjadi shock amplifier alias pemicu gejolak karena bisa mempengaruhi kepercayaan investor apabila nilai mata tukar melemah. Sedangkan secara konsep, nilai tukar berfungsi sebagai shock absorber atau peredam gejolak.

Catatan saja, Indonesia (BI), Bank of Thailand (BoT), Bank Negara Malaysia (BNM) dan Banko Sentral ng Pilipinas (BSP) mengusulkan kebijakan yang bisa dijadikan referensi bagi ASEAN dalam mengatur lalu lintas modal. Usulan tersebut tertuang dalam policy paper berjudul Capital Account Safeguard Measures in The ASEAN Context. 

Ada tiga poin pandangan yang disampaikan oleh ke-empat bank sentral tersebut yang umumnya berbeda dari pandangan lembaga internasional seperti IMF dan OECD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×