Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak tahun 2017 kembali gagal mencapai target. Untuk mencegah terulangnya kegagalan tersebut, maka Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginstruksikan kepada jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bersikap tegas terhadap pengemplang pajak.
Berdasarkan data penerimaan pajak per tanggal 30 Desember 2017 pukul 11.00 yang diterima KONTAN, Ditjen Pajak mencatatkan penerimaan sebesar 89,26% dari target APBN-P 2017 yang sebesar Rp 1.283,57 triliun. Artinya, penerimaan pajak tersebut sekitar Rp 1.145 triliun dan masih mencatatkan shortfall sebesar Rp 140 triliun.
Sedangkan pada tahun 2018, target pajak dinaikkan menjadi sebesar Rp 1.423,99 triliun. Untuk mencapai target itu, maka, "Perbaiki aturan/regulasi, organisasi, kualitas sumber daya manusia, proses bisnis dan sistem informasi," tulis Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam surat yang diunggah di akun media sosial resminya, Minggu (31/12).
Untuk mencapai target 2018, Sri Mulyani juga menginstruksikan Ditjen Pajak untuk terus menjalankan perbaikan dan reformasi. Apalagi menurut Sri Mulyani, Kemkeu telah berhasil menyiapkan perangkat Undang Undang (UU) untuk melaksanakan program Automatic Exchange of Information (AEoI) yang akan efektif berjalan 2018.
Dengan UU yang terbit di 2017 itu, Ditjen Pajak bisa mengakses data keuangan nasabah perbankan. Ditjen Pajak juga bisa mencocokan data kekayaan nasabah dengan kewajiban pajak yang harus dibayar. "Laksanakan (UU AEoI) dengan konsisten dan sungguh-sungguh untuk memerangi penghindaran dan kejahatan perpajakan," tegas Sri Mulyani.
Selain menindak pengemplang pajak, Sri Mulyani menginstruksikan kepada Ditjen Pajak memperbaiki pelayanan. Ditjen Pajak juga harus memberikan kemudahan pembayaran pajak, terutama untuk usaha kecil menengah (UKM). Pelayanan yang lebih baik harus dilakukan agar jumlah UKM yang membayar pajak semakin besar.
Dari jumlah UKM di Indonesia yang tercatat di Kementerian Koperasi dan UMKM sebanyak 59 juta pelaku usaha, yang patuh membayar pajak diperkirakan masih di bawah 1 juta pelaku usaha.
Nuansa agresif
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, strategi mengejar penghindar pajak bisa terlaksana baik jika Ditjen Pajak mengembangkan manajemen penanganan berbasis risiko atau compliance risk management (CRM). Dengan CRM, Ditjen Pajak bisa memetakan WP berdasarkan risiko, tinggi, sedang, dan rendah.
"Nuansa agresif lebih tidak terasa jika penghindar pajar dikejar sebagi hasil output sistem yang fair dan objektif," terang Yustinus. Untuk mendukung CRM, Ditjen Pajak harus mampu mengolah surat pemberitahuan (SPT) sehingga profil risiko WP berdasarkan kepatuhan pajak bisa diketahui.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News