Reporter: Jane Aprilyani, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Senin (20/10) depan, Joko Widodo dan Jusuf Kalla resmi menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. Patut ditunggu, bagaimana pemenang Pemilihan Presiden 2014 ini merealisasikan janji-janji mereka. Salah satunya adalah peningkatan rasio pajak menjadi 16%. Masalahnya, janji ini bakal sulit terlaksana lantaran sejak dulu rasio pajak kita tak lebih dari angka 13%.
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengakui, peningkatan rasio pajak menjadi 16% memang susah, tapi bukan tidak mungkin bisa tercapai. Syarat utamanya: jumlah pegawai pajak harus diperbanyak. "Paling tidak butuh tambahan pegawai pajak sebanyak 95.000 orang bila ingin rasio pajak naik jadi 16%," ujar Fuad, Senin (13/10).
Saat ini, jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak hanya 33.000 orang. "Pemerintah baru diharap memperhatikan ini, kalau tidak gigit jari saja dengan rasio pajak yang cuma 12% terus" kata Fuad.
Menurut Fuad, penambahan jumlah pegawai pajak merupakan keharusan yang tak boleh berjalan dengan setengah hati. Sebab, jumlah penduduk Indonesia sangat banyak dengan wilayah yang sangat luas. Otomatis, butuh pegawai pajak yang lebih banyak lagi, agar pengumpulan pajak lebih gampang.
Direktorat Jenderal Pajak mencatat, dengan jumlah pegawai yang ada saat ini, rasio terhadap jumlah penduduk hanya 1:7.272. Artinya, satu pegawai pajak harus mengkaver 7.272 warga. Di negara maju seperti Jepang, 1 pegawai pajak cuma mengkaver 1.818 penduduk, lalu Australia 1:1.000, dan Jerman 1:727.
Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan, pemerintah baru memang harus memperhatikan pengembangan Direktorat Jenderal Pajak bila ingin meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan. Saat ini, pemerintah sudah membuat kajian pengembangan lembaga tersebut dengan hasil dua rekomendasi.
Pertama, Direktorat Jenderal Pajak menjadi Badan Penerimaan Negara (BPN) tapi tetap di bawah Kementerian Keuangan (Kemkeu). Skema ini sama seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dulu di bawah naungan Kementerian Perdagangan. Kedua, BPN sebagai lembaga di luar Kemkeu yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Menurut Chatib, opsi yang paling mudah adalah yang pertama. Pemerintah tak perlu mengubah banyak aturan, sehingga perubahan bisa berlangsung secepatnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News