CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   -35.000   -2,31%
  • USD/IDR 15.800   -121,00   -0,77%
  • IDX 7.322   55,53   0,76%
  • KOMPAS100 1.120   5,81   0,52%
  • LQ45 885   5,41   0,62%
  • ISSI 222   1,93   0,88%
  • IDX30 453   1,57   0,35%
  • IDXHIDIV20 545   1,27   0,23%
  • IDX80 128   0,70   0,54%
  • IDXV30 137   1,60   1,18%
  • IDXQ30 151   0,42   0,28%

Sudah 14 tahun, rasio pajak kita tak pernah naik


Jumat, 10 Oktober 2014 / 11:21 WIB
Sudah 14 tahun, rasio pajak kita tak pernah naik
ILUSTRASI. Aktivitas perusahaan pertambangan batubara?PT Bayan Resources Tbk (BYAN).


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Selama 14 tahun terakhir rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidak beranjak dari kisaran 12%. Kondisi ini disayangkan oleh Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Bambang Sudibyo. Sebab, penerimaan pajak diharapkan bisa memperlebar ruang fiskal pemerintahan baru untuk menjalankan program dan kebijakannya.

"Dari sisi eksternal, ruang fiskal pemerintah baru rendah, karena rasio pajak hanya 11-12%. Dulu saja saya menjadi Menkeu, 12%. Selama 14 tahun rasio pajak tidak pernah naik," kata Bambang, dalam Indonesia Knowledge Forum 2014, di Jakarta, Jumat (10/10).

Bambang menuturkan, stabilitas ekonomi Indonesia pada 2014-2015 akan berat. Probabilitas koreksi pertumbuhan ekonomi 0,75% yang disebut Dana Moneter Internasional (IMF) menurut dia, sangat masuk akal.

Ia mengatakan, keseimbangan eksternal dan internal Indonesia sangat rentan. Dari sisi eksternal adalah ruang fiskal yang rendah tadi, imbas rasio pajak yang jongkok. Sementara dari sisi internal, Bambang menyebutkan, Indonesia masih mengalami kerentanan dalam neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan, serta neraca pembayaran.

"Kurs rupiah juga melemah dengan volatilitas tinggi. Sementara utang luar negei membengkak dengan kecepatan yang mengkhawatirkan," jelas Bambang.

Di satu sisi, belanja subsidi masih sangat besar. Sementara kebijakan moneter ketat yang diterapkan sejak 2013 dinilai akibat tersandera oleh kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat.

Ditambah lagi, tekanan politik domestik menyebabkan perusahaan menunda investasi dan keputusan strategis lainnya.

Dengan memperhatikan keseimbangan eksternal dan internal tersebut, barangkali kata dia, prediksi IMF tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3% untuk 2014 ada benarnya. Bahkan, koreksi ke bawah 0,75% bisa juga benar. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×