Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan bahwa Kejaksaan Agung dapat memeriksa mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto tanpa izin Presiden.
Menurut Yasonna, izin dari Presiden untuk pemeriksaan anggota Dewan hanya diperlukan pada perkara pidana umum.
Sementara itu, untuk kasus pemufakatan jahat yang diduga terkait Setya Novanto, Yasonna memandang masuk dalam perkara pidana khusus atau tindak pidana korupsi.
Kejagung menduga ada pemufakatan jahat saat Novanto dan pengusaha migas Riza Chalid menemui Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
"Saya kira ini kan tipikor, jadi tidak perlulah itu (izin Presiden), Jaksa Agung bisa meneruskan," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/1).
Yasonna melanjutkan, Kejagung juga tidak perlu meminta izin kepada Presiden karena Novanto mengaku menemui bos PT Freeport Indonesia bukan dalam rangka tugas.
"Katanya kan pertemuan individu, bukan pertemuan resmi DPR," ujarnya.
Surat dari Kejagung yang berisi permohonan izin untuk memeriksa mantan Ketua DPR RI Setya Novanto telah disampaikan ke Presiden Jokowi.
Surat bernomor R78 yang tertanggal 23 Desember 2015 tersebut saat ini masih ditelaah oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung bersama Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Kejagung sebelumnya menduga ada pemufakatan jahat saat Setya Novanto dan pengusaha migas Riza Chalid menemui bos PT Freeport Indonesa Maroef Sjamsoeddin.
Kejagung menganggap ada unsur pemufakatan jahat seperti yang tertuang pada Pasal 15 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Beberapa orang telah diminta keterangan oleh Kejagung terkait perkara itu, di antaranya Maroef Sjamsoeddin, Menteri ESDM Sudirman Said, Deputi Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo, dan seorang staf pribadi Setya Novanto.
Sesuai Pasal 245 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pemeriksaan anggota Dewan yang terjerat kasus pidana harus berdasarkan persetujuan presiden.
"Meskipun ya katakanlah tidak ada jawaban (dari Presiden), menurut UU MD3 itu kan 30 hari (sejak surat disampaikan) kita bisa lakukan (pemeriksaan)," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. (Indra Akuntono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News