kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan populis di pengujung kepemimpinan Jokowi-JK


Selasa, 13 November 2018 / 18:19 WIB
Kebijakan populis di pengujung kepemimpinan Jokowi-JK
ILUSTRASI. JOKOWI - JK


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) banyak kebijakan populis yang timbul. Terutama bagi kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri.

Apalagi, hal itu ditunjang dengan langkah Presiden Jokowi yang kembali mengajukan diri sebagai calon Presiden di 2019 mendatang. Kontan.co.id merangkum, setidaknya ada beberapa kebijakan yang seakan memanjakan para PNS.

Pertama, kebijakan yang saat ini sedang dirancang pemerintah terkait kepemilikan rumah bagi PNS. Bahkan, hal ini sudah beberapa kali dibawa ke rapat terbatas di Kantor Presiden.

Dalam perencanaan awal, meski skema pembiayaannya masih terus dibahas, pemerintah menyatakan sangat dimungkinkan bagi PNS untuk mendapatkan rumah dengan DP 0%. Kedua, kebijakan kenaikan gaji pokok bagi ASN sebesar 5% di tahun depan.

Untuk hal ini pemerintah telah dianggarkan dalam RAPBN 2019 sekitar Rp 5 triliun. Ketiga, kebijakan merubah struktur pensiunan ASN dengan skema fully funded. Melalui skema ini nantinya dana pensiun dibayarkan bersama-sama antara ASN dengan pemerintah selaku pemberi kerja.

Dengan begitu, ditargetkan dana pensiun yang diterima ASN lebih besar dari yang sekarang. Pemerintah pun menargetkan kebijakan ini bisa selesai dibahas per tahun depan.

Keempat, yang terbaru adalah Presiden Jokowi meneken peraturan (Perpres) soal kenaikan tunjangan kinerja (Tukin) di kementerian dan lembaga (K/L) tahun ini.

Per 13 November 2018 setidaknya terdapat 14 Perpres terkait kenaikan Tukin di kalangan K/L seperti BPS, Kominfo, TNI, Kepolisian, Kementerian Pertahanan, dan Kejaksaan. Dalam hal ini JK menolak jika semua kebijakan yang sedang disusun pemerintah ini tidak ada kaitannya dengan tahun politik.

Apalagi soal, kenaikan Tukin, JK selaku Ketua Reformasi Birokrasi menegaskan pemberian kenaikan Tiki itu berdasarkan penilaian kinerja dari masing-masing K/L.

"Jadi berdasarkan kinerja dari masing-masing K/L kalau bagus baru kita kasih Tukin bukan karena politik. Adanya Pemilu atau tidak adanya Pemilu rumah dan kenaikan gaji tetap kita berikan," kata JK di kantornya, Selasa (13/11).

Sementara Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyebutkan, kalau dari kenaikan Tukin yang dilakukan Presiden di tahun ini bukan lah suatu yang istimewa. Sebab, kebijakan tersebut dilakukan di setiap tahunnya.

Hal itu sejalan dengan evaluasi dan progres dari perbaikan reformasi birokrasi di K/L yang dilakukan Kemenpan RB. "Semua ditujukan untuk perbaikan pelayanan publik yg lebih baik serta penilaian kinerjanya," kata Askolani kepada Kontan.co.id.

Pun perbaikan itu diiringi dengan penetapan Perpres yang untuk penganggarannya menjadi tanggung jawab di masing-masing K/L dan tentunya sudah di-cover di APBN setiap tahun.

Sementara itu pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina M Jannah mengatakan, sebetulnya hal tersebut sah-sah saja dilakukan oleh calon Presiden petahana. Sebab, secara prinsip ia memiliki kekuasaan untuk itu.

"Bisa saja karena ingin menang, ngga ada yang ingin kalah kan, itu juga menjadi haknya sebagai Presiden," jelasnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (13/11).

Tapi terlepas dari itu, setidaknya memang kebijakan pantas saja diberikan jika ada  kenaikan kinerja. "Kalau ada kenaikan kenapa tidak?," tambah Lina.

Apalagi terkait pengadaan rumah bagi PNS juga dinilai sudah seharusnya diberikan karena banyak di negara-negara lain menerapkan hal yang sama.

Bahkan di China, kata Lina, para PNS diberikan rumah yang dekat dengan kantornya agar bisa terpantau. Sementara kenaikan gaji pokok 5% justru dinilainya juga dinilainya tidak terlalu signifikan.

"Karena kalau dilihat dari golongan yang bawah gapoknya Rp 2 juta berarti kenaikannya hanya Rp 100.000 , tidak terlalu berarti," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×