Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam tulisannya di Harian Kompas beberapa hari lalu mengatakan untuk memperbaiki hambatan penerimaan pajak, perbaikan administrasi perpajakan dapat meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan di sisi waktu tiga bulan menuju akhir 2019.
Salah satu caranya dengan memindahkan pelayanan Wajib Pajak (WP) Badan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) reguler ke KPP Madya atau Medium Tax Office (MTO) dengan harapan bahwa perlakuan terhadap badan usaha menjadi lebih seragam karena staf di MTO lebih banyak.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, pihaknya tidak akan memindahkan semua pelayanan WP Badan ke MTO. Alasannya, saat ini pelayanan administrasi pajak korporasi telah tersebar di KPP regular maupun WTO.
Baca Juga: Robert Pakpahan segera lengser, siapakah calon terkuat dirjen pajak?
“WP terdaftar tergantung besarannya. Kami di tahun ini tidak ada menggeser WP terdaftar, lebih termasuk perluasan pelayanan,” kata Robert kepada Kontan.co.id, Jumat (4/10).
Robert menambahkan untuk administrasi WP besar, pihaknya telah memfasilitasi pelayanan ke KPP Wajib Pajak Besar. Tidak hanya itu, guna mengejar setoran pajak di sisa tiga bulan, DJP melakukan segelintir extra effort.
Adapun extra effort yang di maksud mulai dari pengawasan, pemeriksaan, sampai dengan penindakan. “Bukan berdasarkan madya, regular, atau pusat tapi berdasarkan data yang kami miliki,” ungkap Robert.
Baca Juga: Harga batubara rendah, realisasi PNBP minerba kuartal III baru 68,76% dari target
“Ada beberapa yang kami dalami, yang masih berisiko, wajib pajak besar kita kasih extra effort yang lebih teliti, tahun ini tidak ada pergeseran,” kata Robert.
Sementara itu, guna mengejar WP di luar negeri sejak September tahun lalu, DJP sudah menerapkan pertukaran data dan informasi keuangan antar negara atau Administration Exchange of Information (AEoI).
DJP mencatat, sampai dengan Juli 2019 jumlah partisipan AEoI yang terdaftar mencapai 98 yurisdiksi atau negara. Sedangkan, yurisdiksi tujuan pelaporan mencapai 82 negara.
Di sisi lain, dari semua data yurisdiksi tersebut, Indonesia belum menerima informasi keuangan dari Swiss dan Amerika Serikat (AS). Berdasarkan riset Financial Secrecy Index tahun 2015 menyebutkan kedua negara tersebut merupakan 136 negara yang merupakan surga pajak.
Baca Juga: Setoran PNBP Minerba Bakal Meleset, Target Produksi Tidak Direvisi
“Sejauh ini kami sudah menerima data dari banyak negara, kami menganalisi, perlu diklarifikasi, masalah kendala musti hati-hati memakainya, dianalisis dipastikan mana yang perlu diklarifikasi,” ujar Robert.