Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Asuransi Jiwasraya kembali digelar hari ini (10/6) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari para terdakwa dan kuasa hukumnya.
Sebanyak enam terdakwa akan menjalani sidang nota keberatan atas dakwaan jaksa. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Kemudian mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Baca Juga: Telusuri investasi Jiwasraya, Kejagung kembali periksa empat saksi
Pada sidang perdana, Rabu (3/6), tim jaksa mengatakan, enam terdakwa kasus Jiwasraya terlibat korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 16,80 triliun.
Salah satu tim jaksa, Bima Suprayoga menyatakan, angka kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dari tahun 2008 -2018.
Jaksa mengungkapkan, munculnya dugaan korupsi di kasus ini bermula saat Benny Tjokro, Heru dan Joko menjalin kesepakatan dengan tiga pejabat Jiwasraya. Kesepakatan itu dalam rangka pengelolaan investasi Jiwasraya di saham dan reksadana.
Namun, kesepakatan itu dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel. Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tak sesuai nota intern kantor pusat. "Analisis hanya dibuat formalitas," ungkap tim jaksa dalam sidang.
Kuasa Hukum Hary Prasetyo, Rudianto Manurung keberataan dengan beberapa poin dakwaan jaksa terkait pengelolaan investasi Jiwasraya dari tahun 2008-2018. Sebab, dakwaan tersebut, tidak menyebutkan secara rigid peran Hary sepanjang tahun tersebut.
“Masalahnya, perbuatan yang didakwa dari 2008-2018 tapi tidak dijelaskan perbuatan 2008 itu apa saja. Hanya dijelaskan peran pak Hary dari 2015, itu salah satu poin keberatan kami,” kata dia.
Rudianto juga keberatan karena kliennya disebut melakukan kesepakatan dengan Benny Tjokro dan Heru Hidayat dalam menentukan harga saham. Sehingga, Jiwasraya merugi karena membeli saham milik kedua orang tersebut dengan harga tinggi.
“Enggak bener itu, semua asumsi makanya kami mengajukan keberatan. Karena banyak dakwaan dari jaksa itu semua asumsi,” tambahnya.
Baca Juga: Kejaksaan Agung memeriksa terdakwa kasus Jiwasraya di KPK
Senada, Kuasa Hukum Hendrisman, Ignatius Supriyadi juga keberatan terkait dakwaan yang menyebut ada peran kliennya yang mengatur dan mengendalikan 13 manajer investasi (MI) dalam bentuk reksadana.
Dalam dakwaan tersebut, menyebutkan bahwa tindakan Hendrisman tidak memberikan keuntungan serta tidak penuhi kebutuhan likuiditas Jiwasraya sehingga merugikan negara.
“Itu hanya asumsi, jaksa harus membuktikan itu. Kalau itu memang ada, seharusnya OJK dari tahun 2008-2017 mempermasalahkannya tapi ini tidak dipermasalahkan. Kenapa bisa begitu,” katanya.
“Kami juga berharap, semoga bisa membuktikan bahwa kerugian dalam investasi Jiwasraya sebagai sesuatu yang tidak benar,” pungkas Ignatius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News