Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menaikkan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam fasilitas ekspor minyak goreng periode 2021-2022 ke tahap penyidikan pada awal bulan depan.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menyebut hal tersebut menjadi sah-sah saja dilakukan. Namun Ia menyebut pihaknya kurang tahu menahu bagaimana detail dari kasus dugaan tersebut.
"Kita tidak tahu menahu bagaimana casenya. Tapi itu silahkan aja. Belum ada info soal itu," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (27/3).
Adapun soal minyak goreng kemasan sederhana dan premium yang secara kilat kembali muncul usai harga dikembalikan ke mekanisme pasar, GIMNI menyebut harus jadi perhatian satgas pangan.
Sahat menyebut sebagai produsen, pihaknya hanya sebatas pada memproduksi dan menjual pada distributor-distributor ataupun agen. Dengan kata lain produsen tak mungkin ikut andil dalam proses distribusi di lapangan.
Baca Juga: Sudah Langka, Harga Minyak Goreng Curah Meroket Rp 22.000 Per Liter
"Produsen nggak ada urusan di lapangan tugas kami produksi dan jual ke distributor. Kalau kami ikut tanganin distribusi juga jadinya oligopoli, itu nggak boleh. Memang paling mudah menyalahkan produsen," ungkapnya.
Sahat mengatakan, untuk mencari tahu penyebab minyak goreng mendadak melimpah usai HET minyak goreng kemasan sederhana dan premium dilepas ke pasar, salah satunya perlu dilihat keterangan produksi produk tersebut.
"Harusnya itu tugas satgas pangan kenapa tiba-tiba muncul ada apa? Kemudian untuk produk kapan bisa dilihat itu, kedua ada izin BPOM, ketiga ada barcode produksi kapan, sehingga tahu sejauh mana pelacakan di lapangan," pungkasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print: 13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022 dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.
Baca Juga: Faisal Basri: Peningkatan PPN Bisa Hambat Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, diduga beberapa perusahaan yang diberikan fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022, menyalahgunakan dan tidak melaksanakan persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan antara lain besaran jumlah yang difasilitasi DMO sebesar 20% menjadi 30%
"Atas perbuatan tersebut, berpotensi menimbulkan kerugian Negara dan perekonomian Negara, dan Tim Penyelidik akan segera menentukan sikap untuk ditingkatkan ke proses penyidikan pada awal bulan April 2022," kata Ketut.
Baca Juga: Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Sudah Kembali ke Level Pra Covid-19
Hal tersebut setelah Pemerintah melakukan pembatasan ekspor CPO dan turunannya dengan menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 129 Tahun 2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan dalam Negeri (DMO) dan harga penjualan dalam Negeri (DPO) menyikapi adanya kelangkaan minyak goreng,
Kemudian atas regulasi tersebut, eksportir CPO dan turunannya untuk mendapatkan persetujuan ekspor sebelumnya harus melakukan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) dengan melampirkan bukti kontrak dengan distributor, purchase order, delivery order (DO) dan faktur pajak untuk ditunjuk beberapa perusahaan guna diberikan fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News