Reporter: Irma Yani | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Penerbitan faktur pajak fiktif kian marak. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menemukan sekitar 53 kasus tindak pidana perpajakan pada 2010, di mana faktur pajak fiktif merupakan modus yang paling banyak dilakukan.
"Ini modus yang paling dominan," kata Kasubdit Penyidikan Dirjen Pajak Muhammad Kifni, Jumat (20/5). Namun, dia tak memaparkan secara rinci berapa banyak kasus faktur pajak fiktif yang ditemukan.
Kifni memaparkan, pada 2010, Ditjen Pajak mencatat sejumlah 17 kasus telah dinyatakan P19, dengan kerugian negara mencapai Rp 233 miliar. Sementara, yang telah dinyatakan P21 sebanyak 20 kasus, dengan kerugian negara mencapai Rp 513 miliar. "Sementara yang divonis bersalah ada sebanyak 16 kasus. Total kerugiannya Rp 424 miliar," ungkapnya.
Sementara, pada tahun ini hingga April, yang dinyatakan P19 sebanyak 7 kasus dengan kerugian negara Rp 65 miliar, P21 sebanyak 4 kasus dengan kerugian negara Rp 6,5 miliar, dan yang telah divonis sebanyak 7 kasus dengan kerugian negara sebesar Rp 34,4 miliar.
"Selain vonis di pengadilan, Ditjen Pajak telah melakukan penindakan dengan melakukan sita aset dan pencekalan terhadap tersangka," tegas Kifni.
Menurutnya, beberapa kasus ini ditemukan dalam penyidikan dirjen pajak terkait maraknya faktur pajak bermasalah. Selain itu, tersangka penggelapan juga melakukan modus rekayasa atas penjualan atau omset, menggelembungkan biaya dengan pembebanan biaya fiktif dan penerbitan, juga penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News