kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Karya Putra Borneo digugat pailit


Selasa, 25 Maret 2014 / 16:04 WIB
Karya Putra Borneo digugat pailit
ILUSTRASI. Rabu (2/11) airasia Ride resmi hadir di Indonesia yang diawali dari Bali


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Perusahaan pertambangan batubara, PT Karya Putra Borneo (KPB) dimohonkan pailit oleh PT Niungriam Gemilang, di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat.

Niungriam menuding perusahaan yang sahamnya dimiliki PT United Coal Indonesia dan Oorja (Batua) Pte Ltd yang merupakan anak usaha dari Mercator Lines Limited yang tercatat di Bombay Stock Exchange India ini, tidak dapat membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Sengketa ini terdaftar di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat dengan nomor 10/Pdt.Sus-Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 12 Maret 2014 yang lalu.

Pengadilan kemudian menyidangkannya perkara ini pada hari Selasa (25/3) dengan dihadiri kedua belah pihak yang bersengketa.

Kuasa hukum Niungriam, Otto Bismark Simanjuntak mengatakan piutang kliennya terhadap KPB sebesar US$ 67,020. Piutang itu berasal dari perjanjian pembayaran jasa konsultasi yang telah disepakati kedua belah pihak pada 13 Agustus 2012 lalu.

Dalam perjanjian itu, KPB setuju membayar jasa konsultasi sebesar US$ 0,20 per metrik ton (MT) terhadap setiap MT hasil pertambangan batubara, seluas 914 hektare, di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Perjanjian itu merupakan realisasi dari surat pernyataan pelepasan dan pengalihan hak bagi hasil dari kegiatan produksi pertambangan KPB, dan surat pernyataan tentang pelaksanaan pembayaran bagi hasil dari kegiatan produksi pertambangan KPB yang dibuat H.Syahrani dan M.Nazzarudin pada 1 Agustus 2012.

Artinya, kedua orang ini melepaskan hak mereka mendapatkan hasil produksi KPB sebesar US$ 0,20 per MT dan dialihkan kepada Niungriam.

"Dalam surat pernyataan tersebut secara tegas dinyatakan bahwa Syahrani dan Nazzaruddin setuju mengalihkan hak bagi hasil sebesar US$ 0,2 per MT yang dimilikinya terhadap KPB kepada klien kami," ujar Otto usai sidang perdana, di PN Jakarta Pusat, Selasa (25/3).

Berdasarkan pasal 3 dan 6 isi perjanjian pembayaran jasa konsultan tanggal 13 Agustus 2012 tersebut disepakati waktu pembayaran jasa konsultan adalah setiap tanggal 5 per bulannya. Pembayaran ini mulai berlaku sejak September 2012 hingga KPB menghentikan pertambangan tersebut.

Nah sejak perjanjian itu dibuat, KPB telah melaksanakan kewajibannya membayar jasa konsultan kepada Niungriam secara teratur tiap bulanya mulai Oktober 2012 sampai Oktober 2013. Namun secara tiba-tiba dan tanpa alasan yang jelas, KPB tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya per November 2013 hingga gugatan ini didaftarkan di PN Jakarta Pusat. Berdasarkan hitungan Niungriam, total utang KPB saat ini US$ 67.020.

Niungriam sudah berulang kali memperingatkan KPB melalui surat somasi akan utang tersebut. Namun KPB justru mengatakan, perjanjian pembayaran jasa konsultasi batal dan tidak berlaku lagi karena adanya surat sepihak dari Syahrani dan Nazzarudin untuk penghentian pembayaran jasa konsultan kepada Niungriam.

Padahal, lanjut Otto, berdasarkan pasal 1338 ayat 2 KUH.Perdata, suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Selain itu, KPB juga terbukti memiliki utang kepada kreditur lain yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih yakni PT Karya Indah Perdana sebesar US$ 100.531. Dengan demikian, KPB sudah memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×