Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah petani yang tergolong generasi Z (Gen Z) hanya 2,14% dari jumlah petani yang ada.
Di satu sisi, jumlah petani menurun dari 31,7 juta pada tahun 2013 menjadi 29,34 juta petani pada tahun 2023 atau menurun 7,45%.
Sementara, jumlah perusahaan pertanian bertambah dari 4.209 pada tahun 2013 menjadi 5.705 perusahaan pertanian pada tahun 2023.
"Makanya kalau dilihat data itu yang bertambah perusahaan di bidang pertanian. Tetapi jumlah petani semakin mengecil, semakin tidak diminati,” ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih kepada Kontan, Minggu (6/10).
Baca Juga: Pemerintah Gandeng FAO Lakukan Upaya Regenerasi Petani
Henry meminta pemerintah melakukan reforma agraria dengan mendistribusikan tanah kepada orang-orang tak bertanah di pedesaan supaya bisa menjadi petani. Jika tidak, orang – orang di pedesaan hanya menjadi buruh tani, buruh perkebunan atau jadi petani gurem.
“Reforma agraria tidak dilaksanakan. Pemerintah hanya melakukan sertifikasi tanah," kata Henry.
SPI menolak program food estate. Karena food estate bukan membagikan tanah kepada petani (reforma agraria). Akan tetapi membagikan tanah untuk perusahaan-perusahaan besar.
“Itu bukan membangun pertanian rakyat atau membuat usaha untuk jadi petani. Tapi orang didorong menjadi buruh tani di sana,” ucap Henry.
Hal ini ditambah dengan fakta bahwa jumlah petani gurem bertambah. Berdasarkan data BPS, jumlah petani gurem pada tahun 2013 sebanyak 14,25 juta petani. Lalu bertambah menjadi 16,89 juta petani gurem pada tahun 2023.
Henry menyebut, keuntungan yang didapat petani gurem sangat terbatas. Bahkan untuk sekadar menjadi penopang biaya hidup. Karena mereka rata – rata hanya mengelola lahan 0,3 hektare.
“Indeks gini untuk tanah ini kan timpang sekali. 70% tanah Indonesia dikuasai oleh hanya segelintir orang saja,” kata Henry.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan tiga persoalan pertanian yang mesti menjadi perhatian. Pertama, jumlah lahan baku sawah yang semakin menyusut karena ada pengurangan dari waktu ke waktu.
Baca Juga: Kementan Apresiasi Inovasi Permodalan dari PNM dan Pegadaian untuk Petani Muda
Ia menyebut, luas lahan baku pertanian Indonesia mencapai 45 juta hektare. Akan tetapi, pengurangan luas lahan baku pertanian mencapai sekitar 50.000 hektare sampai dengan 70.000 hektare setiap tahun.
Kedua, produktivitas pertanian yang juga menyusut dari waktu ke waktu. Ketiga, pelaku petani yang semakin menyusut. Usianya semakin menua dan anak muda yang kurang tertarik di sektor pertanian.
“Ini sebuah urgensi yang harus kita sikapi dengan sungguh-sungguh,” ucap Moeldoko.
Direktur Perbenihan Hortikultura Kementerian Pertanian, Inti Pertiwi Naswari mengatakan, Kementan melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Pertanian memiliki program kegiatan petani milenial.
Melalui program ini, generasi muda atau petani milenial mendapat pelatihan-pelatihan terkait pertanian seperti smart farming dan lainnya.
Kementan juga sudah mengumpulkan komunitas-komunitas para pemuda untuk digerakkan ke daerah-daerah pembukaan areal baru tanpa bersusah payah dengan penanaman yang tradisional. Karena Kementan menawarkan intensifikasi peningkatan produktivitas dengan penggunaan mesin.
Inti menyebut dengan adanya program petani milenial, Kementan menetapkan target penambahan jumlah petani dari generasi muda.
“Soal pembukaan lahan sawah baru. Saat ini Kementerian Pertanian sedang bergerak untuk menambah areal sawah baru di Kalimantan Tengah dan Merauke,” kata Inti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News