kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jokowi teken PP 26/2020, rehabilitasi hutan dilaksanakan 4 kelompok ini


Kamis, 11 Juni 2020 / 18:09 WIB
Jokowi teken PP 26/2020, rehabilitasi hutan dilaksanakan 4 kelompok ini
ILUSTRASI. Sebagian kawasan pegunungan berubah menjadi lahan perkebunan di Kawasan Pegunungan Kebun Kopi, Sulawesi Tengah, Rabu (13/5/2020). Pembukaan lahan dengan membabat hutan berpotensi mengakibatkan longsor serta bencana lainnya serta mengancam keberadaan satwa


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

Disebutkan dalam pasal 10 PP tersebut, Rehabilitasi Hutan dilaksanakan oleh:

a. Menteri untuk Kawasan Hutan yang meliputi Hutan konservasi, Hutan lindung dan Hutan produksi yang tidak dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan;

b. Gubernur atau bupati/wali kota untuk taman Hutan raya sesuai dengan kewenangannya;

c. Pemegang hak pengelolaan atau pemegang izin pemanfaatan untuk rehabilitasi pada Kawasan Hutan yang dibebani hak pengelolaan atau izin pernanfaatan; dan

d. Pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan atau pemegang Keputusan Menteri tentang Pelepasan Kawasan Hutan akibat tukar menukar Kawasan Hutan yang dibebani kewajiban untuk melakukan rehabilitasi.

Baca Juga: Kementan usulkan realokasi anggaran Rp 1,85 triliun untuk hadapi dampak virus corona

Selain itu, Pasal 11 menyebutkan bahwa Rehabilitasi lahan dilaksanakan oleh:

a. Pemerintah Daerah Provinsi pada lahan yang tidak dibebani hak; dan

b. Pemegang hak pada lahan yang dibebani hak.

Yuliarto, Plt Direktur Konservasi Tanah dan Air, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, PP itu merupakan revisi PP 76 tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan.

Ia mengatakan, PP 26/2020 merupakan mandat dari UU nomor 41/1999 tentang kehutanan. PP tersebut menegaskan kembali kewajiban dari berbagai pihak seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemegang hak, dan pemegang izin untuk wajib melakukan rehabilitasi hutan dan lahan di wilayah-wilayah sesuai dengan pemangkunya.

Yuliarto mengatakan, bagi pemegang hak pengelolaan dan pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan seperti dalam pasal 10 huruf (c) dan huruf (d), sumber pendanaannya berasal dari pemegang hak pengelolaan dan pemegang izin tersebut. #

Sumber pendanaan pada rehabilitasi lahan juga berasal dari pemegang hak pada lahan yang dibebani hak (pasal 11 huruf b). "Iya pendanaannya dari pemegang hak itu," kata Yuliarto kepada Kontan.co.id, Kamis (11/6).

Baca Juga: Tangani bencana ekologis tahun 2020, Kementerian LHK bentuk tim kerja khusus

Kemudian, lanjut Yuliarto, bagian kedua dari PP tersebut adalah reklamasi hutan bekas tambang. Seperti diketahui, di kawasan hutan ada pemegang izin pinjam pakai kawasan untuk tambang. Ia mengatakan, pemegang izin wajib melakukan reklamasi hutan pasca tambang.

"PP ini menegaskan kembali para pemegan izin tambang di dalam kawasan hutan wajib melakukan reklamasi hutan sebagaimana diamanatkan di UU 41/1999," terang dia.

Lebih lanjut Ia mengatakan, lahan kritis saat ini sekitar 14 juta hektare. Lahan kritis ini berada di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. "Itu menjadi sasaran rehabilitasi hutan dan lahan yang dimandatkan PP 26 ini," ucap dia.

Yuliarto menyebutkan, lahan kritis tersebar di seluruh pulau-pulau besar seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan di daerah-daerah padat penduduk.

Ia menyebutkan, adanya lahan kritis karena biasanya terdapat interaksi antara manusia dan sumber daya lahan. "(Ini) terus kita review setiap periodiknya," ucapnya.

Yuliarto mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk melakukan pemulihan kawasan hutan. Ia menyebutkan, pada tahun 2019, KLHK melakukan kegiatan pemulihan hutan sekitar 207.000 hektare.

"Sasarannya sebagian besar di hutan lindung, tapi ada juga di sebagian di hutan konservasi dan hutan produksi sedikit. Sekitar 80 persen itu hutan lindung yang punya fungsi perlindungan bagi mata air di daerah hulu," kata dia.

Selain itu, ada juga kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk melakukan hal yang sama. Misalnya jika pemegang IPPKH mempunyai konsesi 1000 hektare, maka pemegang izin itu harus melakukan rehabilitasi di luar kawasan konsesinya sebanyak 1000 hektare juga.

Baca Juga: Siti Nurbaya ingatkan Pemda masukkan kajian lingkungan dalam RPJMD

Ia menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 1.200 pemegang IPPKH. Pihaknya terus berupaya agar pemegang IPPKH melakukan penanaman di lahan kritis tersebut.

"Tahun ini kita targetkan pemegang hak itu, pemegang IPPKH itu merehabilitasi sekitar 56.000 hektare," ucapnya.

Di luar itu, kata Yuliarto, KLHK juga memberikan insentif bagi masyarakat yang ingin merehabilitasi lahannya yang kritis secara mandiri dalam program kebun bibit rakyat dan kebun bibit desa.

Caranya dengan memberikan bantuan secara mandiri. Kemudian masyarakat membuat bibit dan menanam sendiri. Jadi terdapat insentif penanaman dan ada pendampingan.

"Setiap tahun kita memberikan dukungan sekitar 1200 unit kebun bibit rakyat, 1 unitnya bisa menghasilkan 20 ribu sampai 30 ribu bibit. Itu bisa 20 sampai 30 hektare juga per unit nya," jelas Yuliarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×