Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden nomor 77 Tahun 2019 tentang Pengesahan Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait Persetujuan Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Pengesahan Laba.
Beleid tersebut diterbitkan sebagai wujud penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty.
Baca Juga: Kebijakan pemerintah merasionalisasi tarif pajak dan retribusi daerah dinilai positif
Isi dari perpres tersebut adalah perubahan isi pasal dan persyaratan terhadap beberapa pasal di dalam konvensi multilateral.
Perubahan tersebut dilakukan dalam rangka mencegah adanya BEPS (Base Erosion and Profit Shifting), sekaligus membuat resolusi sengketa pajak yang lebih efektif.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengungkapkan, perubahan P3B secara simultan ini, dirasa lebih efektif apabila dibandingkan dengan melakukan renegosiasi masing-masing P3B.
Pasalnya, renegosiasi tiap P3B ini sendiri akan membutuhkan waktu yang panjang, setidaknya tiga sampai empat tahun untuk merundingkan isi P3B.
"Dengan demikian, keterlibatan Indonesia dalam multilateral instrument (MLI) sifatnya positif bagi sektor pajak Indonesia," ujar Bawono kepada Kontan, Senin (30/12).
Baca Juga: Hindari pajak berganda, Jokowi sahkan tax treaty dengan 47 negara
Di sisi lain, Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Boko menyatakan, perpres ini seharusnya bisa mendapat peninjauan lebih lanjut. Khususnya terkait jangka waktu kerja sama, persiapan teknis, dan lain-lain.
Pasalnya, Ronny menganggap bahwa P3B ini juga mencakup beberapa sektor lain di luar pajak. Seperti sektor perdagangan, perindustrian, maritim, dan investasi yang dikelola oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Oleh karena itu, P3B ini harus mendapat banyak pengawasan dari berbagai pihak, agar pelaksanaan teknisnya dapat terpantau dengan baik," kata Ronny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News