Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty akan dimulai April ini DPR RI. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan, kebijakan tax amnesty dibuat tidak sekadar untuk mengamankan penerimaan negara saja. Tetapi harus bisa memaksa pengusaha yang selama ini menyimpan dana di luar negeri, membawa dananya balik ke Indonesia.
Pesan itu disampaikan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, setiap kali keduanya bertemu membahas tax amnesty. Jokowi beralasan, sudah terlalu banyak aset pengusaha Indonesia tersebar di banyak negara, salah satunya Singapura.
Di RUU Tax Amnesty saat ini, repatriasi aset masih bersifat sukarela alias tidak wajib. Bambang mengatakan, repatriasi dana diperlukan untuk mendorong ekonomi nasional. "Selama ini, dana itu dipakai membiayai proyek di negara lain," ujar Bambang.
Sebagai contoh Singapura. Banyak pembangunan di sana menggunakan dana pengusaha Indonesia. Indikasi itu terlihat dari indikator ekonomi, berupa rasio jumlah kredit atau utang terhadap nilai produk domestik bruto (PDB) atau loan to PDB rasio Singapura yang mencapai 200%. Itu artinya, jumlah utang yang dipakai membiayai proyek di Singapura dua kali lipat dari nilai PDB-nya.
Sedangkan rasio loan to PDB Indonesia tahun 2015 lalu hanya 30%. Padahal likuiditas di dalam negeri sangat seret. Bambang menduga, ada dana yang seharusnya masuk ke dalam negeri, tetapi masih tersangkut di Singapura.
Jika dana itu diputar di Indonesia akan menambah likuiditas di pasar dalam negeri yang saat ini terbilang sedang kering. Bambang menyebut potensi dana repatriasi lebih dari nilai PDB tahun 2015, yaitu sebesar Rp 11.450 triliun.
Dana itu berasal dari hasil aktifitas ekspor pengusaha dalam negeri yang tidak dibawa balik ke dalam negeri. Bahkan ada indikasi aktifitas ekspor itu bagian dari tindakan penghindaran pajak melalui transfer pricing.
Rencananya, pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tax amnesty akan mulai dibahas April 2016 ini, setelah masa sidang kembali dimulai. Namun, menurut Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Golkar Airlangga Hartanto, pembahasan tax amnesty memerlukan waktu hingga dua kali masa sidang.
Artinya, RUU tax amnesty baru bisa disahkan paling lambat pada kuartal III nanti. Ia beralasan masa sidang berikutnya yang dimulai tanggal 6 April 2016 tergolong pendek. Airlangga juga mengusulkan, jangka waktu tax amnesty diperpanjang dari 1,5 tahun, menjadi 2,5 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News