Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Hantu defisit anggaran yang melebar nyatanya masih belum benar-benar hilang. Meskipun, pemerintah sudah mengurangi beban anggaran subsidi energi mereka, dengan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada November lalu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, dari upaya penghematan yang dilakukan ruang fiskal tahun 2015 akan bertambah sekitar Rp 200 triliun, itu termasuk hasil penghematan subsidi BBM. Namun, target besar pembangunan yang diusung pemerintahan, membuat ruang fiskal yang sempat terbuka, terancam menyempit lagi.
Berbagai program monumental sudah dirancang pemerintah, tidak hanya pembangunan infrastruktur, tetapi juga berbagai program reformasi di tubuh perusahaan badan usaha milik negara. Untuk pembangunan infrastruktur saja, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) masih kurang hingga Rp 85,7 triliun.
Jumlah itu bisa saja membengkak, mengingat beberapa kementerian juga meminta penambahan anggaran yang tak sedikit. Seperti kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang meminta tambahan anggaran hingga Rp 100 triliun. Selain itu, pemerintah akan membebaskan kewajiban pembayaran dividen oleh perusahaan ber-pelat merah.
Padahal, salah satu sumber penerimaan negara adalah dari dividen perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2015 saja, penerimaan dividen dari BUMN ditargetkan mencapai Rp 43,7 triliun.
Bahkan, menurut menteri koordinator bidang perekonomian Sofyan Djalil perusahaan pelat merah itu juga akan mendapat suntikan dana tambahan dari pemerintah, berupa penambahan penyertaan modal negara (PMN). Tujuannya, agar perusahaan BUMN bisa memiliki kemampuan finansial lebih, sehingga meningkatkan produktifitasnya.
Namun, JK membantah pemerintah akan kekurangan anggaran. Menurutnya, ruang fiskal yang tak cukup lebar itu akan kembali ditambah dengan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. "Dengan meningkatkan pajak, serta penghematan yang akan dilakukan, defisit bisa kita jaga," ujar JK, Selasa (9/12).
Menurut JK, pemerintah juga bisa saja mempertahankan rencana penerbitan surat utang tahun depan jika diperlukan. Meskipun defisit diyakininya akan berkurang tetapi untuk program-program pembangunan masih bisa menggunakan dana pinjaman luar negeri.
Sementara itu, ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan, defisit APBN tidak akan terlalu membahayakan selama masih di bawah 2,5%. Ia yakin defisit masih akan berada di range itu, terutama jika beban subsidi telah dikurangi. Selama ini yang cukup memberatkan memang subsidi energi.
Sedangkan anggaran yang lainnya, seperti pembangunan infrastruktur tidak hanya menggunakan APBN, tetapi juga bisa menjalin kerjasama antara pemerintah dan swasta. Dengan begitu, pembangunan bisa tetap berjalan tanpa harus mengganggu APBN, dan bisa mengurangi risiko fiskal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News