kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.976   -132,22   -1,86%
  • KOMPAS100 1.041   -22,43   -2,11%
  • LQ45 818   -15,58   -1,87%
  • ISSI 212   -4,12   -1,91%
  • IDX30 418   -8,61   -2,02%
  • IDXHIDIV20 504   -9,26   -1,80%
  • IDX80 119   -2,49   -2,06%
  • IDXV30 124   -2,41   -1,90%
  • IDXQ30 139   -2,56   -1,80%

Jika Rusia-Ukraina Berdamai, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diproyeksi Capai 5,7%


Kamis, 06 Juli 2023 / 06:25 WIB
Jika Rusia-Ukraina Berdamai, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diproyeksi Capai 5,7%


Reporter: TribunNews | Editor: Noverius Laoli

Seperti diketahui, perang Rusia-Ukraina menyebabkan kebijakan negara-negara cenderung bersifat domestik. Akibatnya, dunia semakin terfragmentasi, siklus perdagangan antar negara terganggu, dan tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi. 

Menurut Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Sosial Universitas Indonesia (LPEM UI), Teuku Riefky, kondisi ini akhirnya berimbas pada penurunan volume perdagangan global sehingga menghambat laju pertumbuhan ekonomi global.

Selain itu, perekonomian global di tahun 2023 masih menghadapi tekanan yang berat, yakni dengan masih belum kembalinya laju inflasi global ke level sebelum pandemi, yang berarti suku bunga acuan global akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. 

“Akibatnya, likuiditas global masih ketat, sehingga biaya juga akan tetap tinggi,” kata Teuku Riefky. 

Di sisi lain, ruang fiskal di banyak negara semakin terbatas dengan meningkatnya utang akibat pandemi. Gejolak perbankan di AS dan Eropa juga menambah risiko dan ketidakpastian pasar keuangan global. Berlanjutnya kondisi tersebut akan membuat perekonomian kian terhimpit, karena potensi arus investasi semakin terhambat. 

Dampak langsung perang Rusia-Ukraina memang mendorong tingginya suku bunga. Berbagai negara di dunia pun terpaksa menaikkan suku bunga demi menurunkan angka inflasi mereka, termasuk AS yang merupakan kiblat perekonomian dunia. 

Baca Juga: Ekonom Perkirakan Terjadi Defisit APBN di Kuartal III-2023

Ketika Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) menahan suku bunga acuan pada level 5,0% - 5,25%, Bank Indonesia (BI) langsung meresponsnya dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reserve Repo Rate menjadi 5,75%. 

Dampaknya langsung terasa,yakni antara lain suku bunga kredit menjadi tinggi sehingga membuat perusahaan atau industri menunda pinjaman. Akibatnya, ada potensi penurunan di sisi industri. 

Beberapa perusahaan yang ingin melakukan ekspansi, khususnya usaha kecil, mungkin harus menunda atau mengurangi operasi perusahaan, yang dapat mengakibatkan berkurangnya waktu lembur atau bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan.

Angsuran atau kredit barang, termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Indonesia juga naik sehingga membuat keadaan semakin sulit, terutama bagi keluarga yang kurang mampu. 

Bank Dunia, memprediksi ekonomi dunia hanya tumbuh 2,1% di tahun 2023, setelah tumbuh 3,1% pada tahun 2022. Namun, Global Economic Prospects (GEP) terbaru yang dikeluarkan Bank Dunia pada awal Juni menandai peningkatan dari estimasi sebelumnya yang mereka keluarkan pada Januari 2023. Estimasi saat itu memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia hanya sebesar 1,7% di tahun ini. 

Beberapa waktu lalu, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menegaskan perekonomian global "tidak berjalan baik" akibat Perang Rusia-Ukraina. 

Baca Juga: Kinerja Manufaktur Dikerek Permintaan Lokal

Sri Mulyani mengakui bahwa perang telah menyebabkan gangguan pasokan yang semakin berkepanjangan dan akut setelah sebelumnya, selama dua tahun dunia dihantam pandemi Covid-19  dan perang melawan Ukraina ini juga akan berdampak pada Indonesia. 

Akibat rantai pasokan yang terganggu, tekanan inflasi global juga meningkat yang berdampak pada kenaikan harga komoditas global.  Ketidakpastian situasi geopolitik menyebabkan tekanan inflasi global yang berdampak pada kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas negara-negara maju.

Lebih lanjut,  kondisi tersebut menimbulkan volatilitas, arus modal, dan pengetatan di sejumlah negara, termasuk Indonesia karena proyeksi pertumbuhan ekonomi masih tak menentu, sesuai prediksi yang dikeluarkan oleh IMF, Bank Dunia, dan OECD. 

Komunike di akhir KTT G20 di Bali menyatakan penyesalan Agresi Rusia terhadap Ukraina dan menuntut penarikan pasukan Rusia dengan segera dan tanpa syarat dari wilayah Ukraina. 

Indonesia memiliki peran yang berkelanjutan dan penting sebagai bagian dari Troika G20 dan Ketua ASEAN saat ini. KTT G20 pada bulan September tahun ini akan menjadi titik kritis untuk menemukan solusi nyata yang akan mengakhiri perang dan ketidakpastian ekonomi.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengamat: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Capai 5,7 Persen Hanya Jika Rusia-Ukraina Berdamai

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×