Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dengan aturan tersebut, pemerintah resmi mengubah iuran peserta mandiri yakni peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) mulai Juli 2020, dimana iuran untuk kelas I menjadi Rp 150.000 per orang per bulan, kelas II menjadi Rp 100.000 per orang per bulan, dan Rp 42.000 per orang per bulan.
Dengan adanya Perpres 64/2020 ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris memperkirakan pihaknya hampir tidak akan mengalami defisit tahun ini.
Baca Juga: DJSN: Ada itikad baik dari penerbitan Perpres Nomor 64/2020
"Proyeksinya, kalau nanti Perpres 64 ini berjalan, kita hampir tidak defisit. Hampir kurang lebih bisa diseimbangkan antara cash in dengan cash outnya. Angka detailnya tidak bisa saya sebutkan, tetapi kami sudah punya gambaran kalau pemberlakuannya sejak Juli 2020," kata Fachmi dalam konferensi pers, Kamis (14/5).
Fachmi mengatakan saat ini pihaknya secara perlahan terus melakukan pembayaran atas gagal bayar sebesar Rp 15,5 triliun yang di-carry over dari 2019.
Tak hanya itu, Fachmi bilang, pihaknya juga berupaya membayar utang klaim jatuh tempo. Hingga 13 Mei 2020, utang klaim jatuh tempo BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,44 triliun, outstanding klaim atau masih dalam proses verifikasi sebesar Rp 6,21 triliun, klaim belum jatuh tempo sebesar Rp 1,03 triliun dan yang klaim yang sudah dibayar sebesar Rp 192,53 miliar.
Kenaikan iuran ini, kata Fahmi, bukan hanya persoalan kesanggupan BPJS Kesehatan menutupi defisit, tetapi juga memastikan pembayaran rumahsakit dan tenaga kesehatan tepat waktu dan sesuai dengan haknya, serta memastikan pelayanan rumahsakit kepada masyarakat terpenuhi.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan naik di tengah pandemi, pemerintah: Negara sedang sulit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News