kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.953.000   -3.000   -0,15%
  • USD/IDR 16.555   0,00   0,00%
  • IDX 6.868   -58,49   -0,84%
  • KOMPAS100 995   -9,93   -0,99%
  • LQ45 769   -7,59   -0,98%
  • ISSI 219   -1,73   -0,78%
  • IDX30 399   -3,62   -0,90%
  • IDXHIDIV20 470   -4,89   -1,03%
  • IDX80 112   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 115   -0,47   -0,41%
  • IDXQ30 130   -1,36   -1,04%

Jeffrey Sachs: Asia terlalu besar untuk IMF


Kamis, 16 Juni 2011 / 18:17 WIB
Jeffrey Sachs: Asia terlalu besar untuk IMF
ILUSTRASI. Katalog promo Giant hari ini 9 September 2020. Gerai supermarket Giant. KONTAN/Muradi/2019/01/24


Reporter: Rika | Editor: Edy Can

Di sela-sela pertemuan World Economic Forum on East Asia, Senin (10/6) lalu, KONTAN berkesempatan mewawancarai singkat Jeffrey D. Sachs, ekonom ternama dari Universitas Columbia dan Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Millenium Development Goals.

Sejak tahun 1990-an ia juga banyak menulis dan melakukan studi tentang perekonomian Asia, termasuk mengenai krisis Asia 1997/1998. Berikut nukilan pandangannya soal peluang dan risiko ekonomi Asia saat ini.

KONTAN: Dengan kesejahteraan yang makin meningkat di Asia, risiko macam apa yang harus disiapkan Asia dan Indonesia untuk beberapa tahun ke depan?
SACHS: Saya pikir kuncinya adalah konsep tripple bottomline. Pembangunan yang berguna bagi masyarakat harus memiliki tujuan ekonomi, tujuan sosial, dan tujuan lingkungan. Asia sukses besar dalam hal ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi yang melaju dan penurunan kemiskinan yang pesat. Namun demikian, dari sisi sosial, banyak kelompok yang tersingkirkan. Terkadang wanita tertinggal di belakang, terkadang kelompok minoritas atau kelompok di daerah tertentu yang tak tersentuh. Di sisi lingkungan, ada krisis besar dengan meningkatnya, hilangnya keanekaragaman hayati, dan tentu saja laju pertumbuhan ekonomi Asia merupakan salah satu penyumbang efek rumah kaca yang cukup besar sehingga menjadi penyumbang perubahan iklim pula.

Saya pikir inti dari tantangannya adalah meninggalkan tujuan tunggal pertumbuhan ekonomi Asia yang mana Asia adalah juara dunianya dan menambahnya dengan pembangunan yang berkelanjutan secara sosial maupun lingkungan. Ini tugas besar dan tidak mudah. Ini juga butuh kepemimpinan dalam pemerintahan nasional, regional, maupun global. Karena penduduk Asia itu 60% dari populasi dunia, Asia akan dan seharusnya mengambil bagian dari kepemimpinan global.

Memang ini tidak umum bagi Asia yang selama ini mengejar pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan yang seringnya berasal dari Barat. Tapi Barat sekarang tidak memimpin, tidak bisa memimpin tepatnya. Meski begitu, Barat masih tetap ingin menjadi pemimpin. Contohnya ketika posisi pimpinan IMF terbuka, Eropa langsung bilang, itu milik kami! Saya pikir ini tidak benar. Asia seharusnya bisa bialng, tidak, sekarang waktunya kepemimpinan Asia. Ini tak hanya akan membantu mengimbangkan kembali ketidakseimbangan global, tapi juga memungkinkan perubahan dari single bottomline ke triple bottomline.

KONTAN: Apa yang harus Indonesia dan Asia lakukan untuk mencegah krisis yang akan datang?
SACHS: Saya pikir dalam konteks krisis finansial, Asia telah melakukan hal yang benar. Asia mengumpulkan cadangan devisa berlimpah dan tidak terjebak dalam utang jangka pendek yang dulu pernah menjadi sumber kerentananan ekonomi di 1997. Jadi Asia telah melewati krisis kali ini tanpa banyak mengalami krisis. Krisis kali ini lahir di Wall Street dan pada dasarnya mempengaruhi dunia kawasan Atlantik Utara, sedang Asia tumbuh dengan dinamis. Jadi Asia telah bekerja dengan baik. Namun saya sungguh berpikir bahwa Asia perlu menguatkan kerja sama regionalnya. Chiang Mai Initiative harus dibangun. Saya percaya kerja sama finansial dan moneter yang lebih dekat itu penting. Internasionalisasi renminbi juga penting karena renminbi semakin lama akan semakin memainkan peranan kunci sebagai mata uang global, sementara dollar AS kehilangan peran utamanya.

KONTAN: Apakah Anda pikir US$ 120 miliar dalam Chiang Mai Initiative cukup besar untuk menangulangi krisis jika suatu saat menyerang Asia lagi?
SACHS: Well, kemungkinan tidak. Asia juga harus menemukan cara untuk menyesuaikan lagi kebutuhan kawasan dengan kewajiban melapor dan bekerja sama dengan IMF. Jadi kapan IMF masuk, kapan masalah itu hanya ditangani dalam kawasan Asia saja. Ini adalah isu yang masih harus diselesaikan. Tapi saya pikir sudah banyak keputusan yang telah diambil. Saya adalah orang yang mendukung ide Asian Monetary Fund ketika itu diajukan 15 tahun lalu. Waktu itu karena kerja sama moneter dan finansial regional sangat penting, kerja sama swap antara bank-bank sentral juga penting. Sekarang China sebagai pemegang terbesar cadangan devisa punya peran penting yang harus dimainkan di kawasan yakni membntu stabilitas kawasan. Tentu saja saya melihat semua orang mulai melakukan banyak perubahan, saya pendukung integrasi kawasan.

KONTAN: Jadi, Anda berpendapat Asia harus memutus hubungan dengan IMF?
SACHS: Untuk beberapa hal ya. Bukan memutus hubungan sama sekali, tapi memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam kawasan sendiri. Saya melihat sebuah dunia dengan tanggung jawab regional didahulukan, bukan dunia yang menunggu untuk di-bail out dari luar kawasan. Kalau memang butuh, bantuan internasional boleh saja, tapi saya pikir Asia terlalu besar buat IMF. Jadi Asia perlu melindungi dirinya sendiri.

KONTAN: Anda banyak menulis soal krisis Asia yang lalu. Berapa jumlah cadangan dana yang Asia butuhkan untuk menahan krisis yang akan datang?
SACHS: Saya akan mengerjakan proyek bersama Asian Development Bank yang bertujuan menjawab pertanyaan itu. Jadi saya tak bisa memberi Anda angka saat ini. Studi dengan ADB itu nantinya akan menghasilkan sejumlah jawaban kuantitatif.

KONTAN: Patutkah kami di Asia khawatir soal inflasi?
SACHS: Tentu saja. Saya pikir kebijakan moneter AS terlalu mahal dan ekspansif. Suku bunga yang nyaris 0%, melimpahnya likuiditas. Negara yang mata uangnya di-peg dengan US$, yakni sebagian negara Asia, harus mengimpor inflasi misalnya dari harga pangan, energi, logam, dan hidrokarbon. Lingkungan yang penuh inflasi ini yang kita harus waspadai. Jadi saya pikir, semakin cepat Asia bisa membuat kerangka moneternya yang juga untuk menghadapi nilai tukar dollar AS, semakin aman. Karena saat ini hubungan Asia dengan kebijakan-kebijakan The Fed sangat kuat akibat keterkaitan nilai tukar tadi. Saya pikir seharusnya Asia mengurangi hubungan itu. Namun Asia tak punya jangkar mata uang alternatif. Tanpa ini, sulit untuk de-linking dari dollar AS. Itulajh kenapa saya berpendapat internasionalisasi renminbi adalah bagian dari solusi atas masalah ini.

KONTAN: Satu pertanyaan lagi, seberapa besar risiko pelarian modal dari Asia?
SACHS: Saya pikir tidak terlalu besar asalkan Asia bekerja sama karena Asia adalah pemegang cadangan forex yang besar. Kita tidak sedang berada dalam situasi seperti tahun 1997. Ketika itu utang jangka pendek banyak dan cadangan devisa sedikit. Sekarang sebaliknya. Jadi Asia cukup aman. Saya malah melihat risiko lebih besar pelarian modal ada di AS, yaitu ketika kreditor internasional tiba-tiba menarik dana mereka dari sana. Saat itu kita akan terkena masalah.

KONTAN: Tapi sekarang sudah muncul gelembung harga aset di Asia....
SACHS: Memang ada aset bubbles. Namun saya pikir orang sudah mengenalinya. Asia perlu waspada, untuk itu saya pikir cadangan devisa tinggi akan menjadi sebagian pertahanan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×