kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Japfa: Putusan kartel oleh KPPU keliru


Kamis, 13 Oktober 2016 / 20:33 WIB
Japfa: Putusan kartel oleh KPPU keliru


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pelaku usaha perunggasan menilai Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah keliru memutuskan adanya kartel terkait afkir dini 2 juta parent stock (PS).

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) menegaskan, tidak ada kartel yang dilakukan 12 perusahaan terkait afkir dini. "Para terlapor pada hakekatnya hanya menjalankan dan tunduk pada instruksi pemerintah," ungkap kuasa hukum Japfa Riril Rizkiyana, Kamis (13/10).

Itu sebabnya, menurutnya, KPPU telah salah mengartikan instruksi pejabat negara tersebut yang pada hakekatnya adalah suatu perbuatan bersama dan sama sekali bukan kesepakatan.

Dalam perkara dugaan afkir dini, KPPU melibatkan 12 perusahaan sebagai terlapor. Di mana, tiga diantaranya perusahaan publik yakni PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk (CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), dan PT Malindon Feedmill Tbk (MAIN) sebagai terlapor I,II, dan III.

Majeli komisi yang diketuai Kamser Lumbanradja telah menyatakan 12 perusahaan perunggasan melakukan kartel. Menurut majelis komisi, peraturan afkir dini yang dikeluarkan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang mengharuskan para perusahaan untuk melakukan afkir dini tahap pertama 2 juta PS dari 6 juta PS, dinilai permintaan dari para pengusaha.

Hal itu dibuktikan dari fakta pengadilan yang menyatakan, para pengusaha meminta adanya afkir dini kepada pemerintah lantaran adanya oversupply day old chicken (DOC). Padahal, menurut majelis, tidak ada data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan soal oversupply DOC.

Pemerintah saat itu hanya melihat data dari asosiasi perusahaan Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU). Padahal, menurut KPPU, yang berhak melansir data terkait adalah Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penghimpun data negara yang bersifat indipenden.

Atas putusan tersebu, KPPU menetapkan pembatalan perjanjan pengafkiran PS yang ditandatangani oleh perusahaan pada 14 September 2015. Dalam amarnya pula, KPPU menetapkan total denda Rp 119,67 miliar bagi para perusahaan. Di mana, bagi CPIN dan JPFA dikenakan denda maksimal sebesar Rp 25 miliar dan MAIN senilai Rp 10,83 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×