kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Isu TKA dinilai warisan kebijakan pemerintah era orba


Kamis, 26 April 2018 / 16:47 WIB
Isu TKA dinilai warisan kebijakan pemerintah era orba
ILUSTRASI. Para Pekerja Asing Menyebrangi Jalan Kebon Sirih


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) pada Maret lalu, kembali memantik polemik.

Sebagian kalangan menilai kebijakan itu tidak memihak tenaga kerja lokal. Namun, kekhawatiran tersebut justru dinilai tidak beralasan.

Menurut Adian Napitupulu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Aktivis Nasional (PENA) 98, pernyataan sejumlah pihak yang menuding masalah TKA merupakan buah kebijakan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), sangat tidak tepat.

"Jika ada pihak yang menyatakan banyak tenaga kerja asing di Indonesia karena pemerintah Jokowi, kami harus luruskan," kata Adian dalam konferensi pers Pameran Foto 20 Tahun Reformasi di Graha PENA 98, Jakarta, Kamis (26/4).

Dalam acara bertajuk "Untuk Alasan Apapun Kami Tak Mau Kembali ke Orde Baru" itu, Adian menjelaskan, bahwa isu serbuan TKA yang terjadi saat ini bukan buah dari kebijakan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Pasalnya, kebijakan tenaga kerja yang membuka peluang TKA membanjiri Indonesia sudah terjadi sejak pemerintahan rezim orde baru (Orba).

"Artinya, ini tidak berdiri sendiri. Isu tenaga kerja asing yang ada sekarang, merupakan bom waktu yang ditinggalkan oleh Pemerintah rezim Orba. Karena, itu buah dari perjanjian-perjanjian yang dibuat 24 tahun yang lalu," imbuh Adian.

Sebagai contoh, kata Adian, sejak tahun 1997 Indonesia harus tunduk pada perjanjian kerjasama regional yang dibuat dalam kerangka pasar bebas MEA, AFTA, ACFTA, dan sebagainya.

Karena itu, lanjut Adian, siapapun pemerintahannya saat ini harus tunduk pada perjanjian yang telah diteken puluhan tahun tersebut. Kecuali bangsa Indonesia mempunyai sikap melawan sejumlah perjanjian internasional itu dengan berbagai konsekuensi atau risiko yang harus dihadapi.

"Kita bisa dieliminir dunia internasional. Ini sulit untuk dicegah. Melawan seluruh perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat dengan konsekuensi kita bisa saja jadi musuh dunia internasional, terisolir, tereliminir, dapat sanksi-sanksi dari dunia internasional. Bagimana pun juga sebagai sebuah negara, kita sudah terlibat perjanjian pasar bebas," papar Adian.

Adapun yang paling memungkinkan saat ini, lanjut Adian, adalah memperlambat atau menghambat pasar bebas seperti yang telah dilakukan Presiden Jokowi dengan menerbitkan peraturan presiden (Perpres).

Perpres yang dikeluarkan Jokowi pada Maret lalu dinilai sebagai upaya memperlambat menuju pasar bebas

Oleh karena itu, "Kalau kemudian ada tokoh politik nyatakan tenaga kerja asing ini adalah buah kebijakan Jokowi, saya minta mereka belajar sejarah lagi, mereka tahu tapi pura-pura tidak tahu," tandas Adian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×