Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Peningkatan investasi asing langsung (FDI) alias Penanaman Modal Asing (PMA) ke Indonesia ternyata belum sepenuhnya menjadi kabar baik. Pasalnya peningkatan investasi tidak diikuti dengan meningkatnya tax ratio atau rasio pajak.
Research Assistant BSI Institut Sayyaf Rabbaniy menjelaskan, kondisi tersebut disebabkan karena sebagian besar arus modal tersebut tergolong phantom FDI, yakni investasi yang secara hukum tercatat, tetapi tidak mencerminkan aktivitas ekonomi riil.
Ia mengungkapkan, lonjakan FDI dari yurisdiksi pajak rendah seperti Bermuda, British Virgin Islands (BVI, dan Kepulauan Cayman dalam beberapa tahun terakhir menjadi indikasi kuat meningkatnya eksposur Indonesia terhadap offshore financial centers (OFCs).
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi dari negara-negara tersebut menunjukkan fluktuasi ekstrem dan dominasi di sektor yang minim serapan tenaga kerja, seperti industri kertas, logistik, dan jasa.
Baca Juga: Investasi dari Negara Tax Haven Meningkat, BSI Institute Ingatkan Risikonya
Kondisi ini mengindikasikan adanya potensi pengalihan laba (profit shifting) oleh perusahaan multinasional yang memanfaatkan anak usaha di negara pajak rendah untuk menekan kewajiban pajak di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa praktik semacam ini dapat menggerus basis pajak nasional sekaligus menurunkan efektivitas kebijakan fiskal.
"Akumulasi dari praktik ini turut dapat menjadi salah satu alasan mengapa rasio pajak Indonesia menurun beberapa tahun terakhir, meskipun realisasi PMA terus meningkat," ujar Sayyaf dalam laporannya, Rabu (12/11/2025).
Sebagai langkah antisipasi, BSI Institute merekomendasikan pemerintah untuk memperkuat sistem klasifikasi dan penyaringan investasi, dengan memastikan bahwa setiap aliran modal yang masuk benar-benar menciptakan nilai tambah nyata.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan mengadopsi praktik internasional dalam hal keterbukaan struktur kepemilikan (beneficial ownership transparency).
Baca Juga: Cadangan Devisa RI Turun, BI: Imbas Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
Indonesia juga dapat mempertimbangkan untuk menarik investasi dari OFCs yang juga mengedepankan kepatuhan terhadap regulasi dan berorientasi pada nilai, bukan sekadar yurisdiksi bebas pajak, seperti Labuan IBFC yang ada di Malaysia.
Labuan IBFC ini berbeda dengan OFCs tradisional seperti BVI, Kepulauan Cayman, dan Bermuda yang menekankan kerahasiaan dan pajak nol, namun Labuan IBFC dikenal karena menawarkan tarif pajak rendah namun transparan (3% atas laba audit atau fixed RM 20.000), struktur hukum berbasis common law Malaysia, dan akses ke lebih dari 70 perjanjian pajak berganda (Double Taxation Agreement/DTA).
Selanjutnya: Trump Klaim Ekonomi Hebat! Tapi Warga AS Masih Teriak Harga Naik, Mana yang Benar?
Menarik Dibaca: Promo Weekday Superindo & Hypermart 10-13 November 2025, Diskon 50%-Beli 1 Gratis 1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













