kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.367.000   7.000   0,30%
  • USD/IDR 16.745   35,00   0,21%
  • IDX 8.404   37,19   0,44%
  • KOMPAS100 1.166   6,70   0,58%
  • LQ45 849   5,90   0,70%
  • ISSI 292   1,32   0,45%
  • IDX30 446   3,99   0,90%
  • IDXHIDIV20 512   2,41   0,47%
  • IDX80 131   0,73   0,56%
  • IDXV30 138   0,21   0,15%
  • IDXQ30 141   0,89   0,63%

Investasi dari Negara Tax Haven Meningkat, BSI Institute Ingatkan Risikonya


Rabu, 12 November 2025 / 12:00 WIB
Investasi dari Negara Tax Haven Meningkat, BSI Institute Ingatkan Risikonya
ILUSTRASI. BSI Institute memperingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menyambut lonjakan investasi asing langsungdari negara-negara tax haven.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. BSI Institute memperingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menyambut lonjakan investasi asing langsung (FDI) yang berasal dari negara-negara tax haven atau offshore financial centers (OFCs).

Meski secara nominal nilai investasi terus meningkat, sebagian aliran modal tersebut dinilai tidak menciptakan aktivitas ekonomi riil, melainkan sekadar phantom FDI atau investasi semu.

Hal tersebut tertuang dalam laporan BSI Institute Quarterly Volume III/2025, yang dirilis Rabu (12/11/2025).

Research Assistant BSI Institute, Sayyaf Rabbaniy menilai bahwa sebagian besar investasi dari yurisdiksi seperti Bermuda, British Virgin Islands (BVI), dan Kepulauan Cayman hanya tercatat secara hukum, tanpa diikuti oleh kegiatan produksi, penciptaan lapangan kerja, maupun transfer teknologi yang berarti.

Baca Juga: Neraca Dagang RI-Australia Defisit US$ 9 Juta, Begini Kata Rosan

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai investasi dari negara-negara pajak rendah menunjukkan tren meningkat tajam dalam empat tahun terakhir, bahkan mencapai rekor tertinggi pada 2024.

Namun, analisis BSI Institute menemukan bahwa sebagian besar investasi tersebut hanya mengalir ke sektor-sektor terbatas dan bersifat fluktuatif.

Fenomena ini berpotensi menimbulkan kerugian fiskal melalui praktik pengalihan laba (transfer pricing) oleh perusahaan multinasional yang memanfaatkan anak usaha di negara pajak rendah.

Menurutnya, sebagian PMA dari yurisdiksi offshore tidak sepenuhnya ditujukan untuk kegiatan produktif, melainkan sebagai kanal untuk pengalihan laba.

"Indonesia berisiko mengalami revenue loss yang substansial, meskipun data agregat investasi tampak menjanjikan," ujar Sayyaf dalam laporannya, Rabu (12/11/2025).

Baca Juga: Bertemu PM Albanese, Prabowo Bahas Penguatan Kemitraan Strategis Indonesia–Australia

Sebagai solusi, BSI Institute mendorong pemerintah untuk memperkuat mekanisme penyaringan investasi asing dengan pendekatan berbasis nilai dan substansi ekonomi, bukan semata asal modal.

Laporan tersebut juga mengusulkan penerapan registrasi beneficial ownership agar pemilik manfaat sesungguhnya dari setiap entitas bisnis dapat teridentifikasi secara transparan.

Selanjutnya: Kiat Sukses Karier Awal: 10 Langkah Penting untuk Pekerja Pemula

Menarik Dibaca: Promo Weekday Superindo & Hypermart 10-13 November 2025, Diskon 50%-Beli 1 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×