Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek investasi pada 2025 diperkirakan masih belum sepenuhnya menggembirakan.
Sejumlah ekonom menilai realisasi investasi, terutama dari penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI), berpotensi melambat jika pemerintah tidak melakukan langkah konkret untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif dibandingkan negara tetangga.
Kepala Desk Indonesia dan Filipina Cyrille Schwellnus menjelaskan, secara keseluruhan perekonomian Indonesia masih berada dalam kondisi stabil.
Konsumsi rumah tangga tetap tangguh, ekspor terjaga, dan belanja pemerintah kembali meningkat setelah sempat dipangkas pada paruh pertama tahun 2025 untuk membiayai proyek prioritas seperti program makan bergizi gratis (MBG) dan pembentukan Danantara.
Namun, Schwellnus menegaskan bahwa indikator investasi menunjukkan perubahan perilaku pelaku usaha.
Penurunan stok barang ini disebut sebagai langkah konservatif yang kerap dilakukan perusahaan ketika menghadapi ketidakpastian.
"Investasi tetap stabil, tetapi pada kuartal III terjadi penurunan persediaan yang cukup besar karena pelaku usaha menilai ulang kondisi pasar," ujar Schwellnus dalam media briefing, Rabu (3/12/2025).
Baca Juga: Airlangga Dorong Pengusaha Manfaatkan Insentif Pajak Super Deduction Tax 300%
Sementara itu, Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto sependapat bahwa kinerja investasi tahun ini masih menghadapi tantangan struktural, khususnya dari sisi FDI.
Menurutnya, meskipun investasi lokal menunjukkan perkembangan positif, minat investor asing masih tertahan.
"Kalau saya lihat sih memang investment ini untuk tahun 2025 agak-agak kurang bagus performanya," kata Myrdal.
Menurutnya, rantai proses investasi di Indonesia yang panjang serta perlakuan insentif perpajakan yang dinilai kurang menarik membuat investor cenderung menahan ekspansi.
Myrdal menegaskan perlunya langkah agresif pemerintah dalam memastikan kebijakan deregulasi berjalan efektif.
"Pemerintah harus berani memberikan treatment buat investor asing, supaya mereka nyaman berinvestasi di sini, dan deregulasi, debirokratisasi, debottlenecking itu harus dilakukan," katanya.
Baca Juga: Ditjen Pajak Siapkan Insentif Skema Refundable Tax Credit Pengganti Tax Holiday
Ia juga menambahkan bahwa pemberantasan praktik impor ilegal sangat penting agar tercipta iklim persaingan usaha yang adil.
Di sisi lain, Head of Macroeconomics & Market Research Permata Bank, Faisal Rachman masih melihat peluang percepatan investasi pada periode mendatang. Menurutnya, dinamika kebijakan global berpotensi memberi ruang perbaikan.
"Ke depan, terkait dengan investasi masih akan ada peluang ke depannya untuk terakselerasi. Dari sisi global, ruang pemotongan suku bunga lanjutan major countries seperti AS masih terbuka sehingga masih memungkinkan pemerintah untuk melakukan kebijakan ekonomi ekspansif," imbuh Faisal.
Faisal menilai perekonomian domestik yang resilien serta komitmen pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan dapat menjadi modal penting.
Namun ia mengingatkan bahwa ketidakpastian global masih menjadi risiko.
"Memang harus tetap waspada karena ketidakpastian global belum sepenuhnya hilang sehingga jalan ke depan belum bisa dikatakan akan mulus," katanya.
Selain itu, Faisal menekankan perlunya pemerintah berhati-hati dalam menjalankan kebijakan fiskal di tengah dorongan mengejar pertumbuhan ekonomi.
Ia menyoroti potensi pelebaran twin deficit yang harus diantisipasi agar tidak mengganggu stabilitas. Menurutnya, kebijakan pro-growth memang diperlukan, namun keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan menjadi sangat krusial agar perekonomian tidak menghadapi tekanan baru di kemudian hari.
Lebih lanjut, Faisal menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi ekspansif yang saat ini digencarkan pemerintah belum akan langsung terlihat hasilnya.
Baca Juga: OECD: Ekonomi Indonesia Stabil, tapi Investasi Mulai Tertahan
Sejumlah langkah mulai dari stimulus sisi permintaan, deregulasi berbagai aturan, hingga pemberian insentif investasi dinilai membutuhkan waktu untuk menghasilkan dampak optimal terhadap aktivitas ekonomi.
Ia menilai ketika daya beli masyarakat kembali menguat, sisi penawaran akan menyesuaikan sehingga investasi berpotensi terakselerasi dan mendorong pertumbuhan secara lebih berkelanjutan.
"Jika nanti ada peningkatan terjadi di sini (daya beli), dari sisi supply akan meng-catch up sehingga investasi akan dapat terakselerasi sehingga memicu growth juga pada akhirnya," pungkasnya.
Baca Juga: Kadin Dorong Kemudahan Investasi untuk Angkat Ekonomi di 2026
Selanjutnya: Strategi Essa Industries (ESSA) Hadapi Penurunan Produksi LPG dan Amonia Tahun Depan
Menarik Dibaca: Moms, Catat Yuk Tips Membangun Rutinitas Perawatan Kulit untuk Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













