Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuasa hukum PT Internux Sarmauli Simangunsong dari Kantor Hukum Nindyo & Asociates bilang tagihan dari para pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejatinya akan direstrukturisasi.
"Ya memang ada tagihan dari vendor kita (Internux), meski kemudian dialihkan (cessie) kepada pemohon. Kita juga sudah serahkan jawaban, tapi nanti lihat saja sidang selanjutnya, Senin (3/9) dimana pemohon akan berikan bukti," kata Sarmauli saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (2/9).
Internux kini memang tengah menghadapi permohonan PKPU dari PT Equasel Selaras, dan PT Intiusaha Solusindo. Permohonan terdaftar dengan nomor perkara 126/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst sejak 20 Agustus 2018 lalu.
Equasel menagih utang senilai Rp 3,21 miliar yang berasal dari peralihan utang Internux kepada PT Cursor Media. Tagihan ini terkait Brand Campaign Internux di televisi nasional pada Mei 2017 hingga Agustus 2017. Nilai total kerja sama ini adalah Rp 5,01 miliar.
Sementara Intiusaha menagih utang senilai Rp 932 juta. Sama sepeeti Equasel, Intiusaha juga menagih utang ke Internux dari peralihan piutang, yaitu dari PT Nusapro Telemedia Persada. Tagihan terkait kerja sama pemeliharaan peralatan Internux di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta sejak 16 Maret 2014.
Selain dua pemohon ada pula kreditur lain yang diikutsertakan, yaitu PT Agung Mutiara Utama yang menagih utang senilai Rp 126 juta. Agung juga mendapat piutang dari peralihan tagihan yang dipegang PT Dentsu Indonesia. Sementara tagihan ini mulanya terkait jasa creative agency yang diberikan Dentsu kepada Internux.
Kuasa hukum pemohon Martimbang Rheinhard Siahaan dari Kantor Hukum Maria Salikin Law Firm, sebagaimana dalam berkas permohonan yang didapat Kontan.co.id bilang, setidaknya sudah ada enam somasi kepada Internux terkait utang-utangnya. Tiga somasi dari vendor Internux, dan tiga lainnya dari para pemohon.
"Bahwa sangat beralasan secara hukum para pemohon memperkirakan termohon tidak dapat melanjutkan pembayaran atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo, dan dapat ditagih. Sehingga perlu diberi PKPU untuk memungkinkan mengajukan rencana perdamaian," tulis Martin dalam berkas permohonannya.
Nah, setelah para pemohon melayangkan somasi, Sarmauli bilang bahwa sejatinya Internux telah mengajukan upaya restrukturisasi. Tagihan-tagihan tersebut akan dibayarkan secara bertahap.
"Setelah ada somasi, sebenarnya kita sudah minta untuk restrukturisasi utang secara bertahap. Saya juga tidak tahu mengapa kemudian ada permohonan PKPU," kata Sarmauli.
Sarmauli juga enggan berikan pernyataan lebih lanjut. Lantaran ia mengaku tak ingin mendahului proses persidangan.
"Yang jelas kita sudah berikan jawaban, dan tagihan tersebut memang dari vendor kita (Internux), selanjutnya kami serahkan ke pengadilan, bagaimana putusannya," lanjut Sarmauli.
Dari penelusuran Kontan.co.id, anak usaha PT First Media Tbk (KBLV) ini nampaknya memang tengah mengalami kesulitan keuangan. Pada 16 Agustus 2018 lalu, dari Keterbukaan Informasi First Media dinyatakan bahwa utang Internux kepada PT CIMB Niaga Tbk (BNGA) senilai Rp 510,75 miliar dialihkan (novasi). First Media kini bertanggung jawab atas utang Internux tersebut.
"Berdasarkan akta novasi dan penegasan kredit no. 10 tanggal 15 Agustus 2018, perseroan telah menerima novasi atas fasilitas kredit yang diterima Internux dari Cimb Niaga senilai Rp 510,75 miliar. Sehubungan hal tersebut, perseroan akan mengganti posisi Internux sebagai debitur," tulis Corporate Secretary First Media Shinta M. Puntu kala itu.
Dari Laporan Keuangan Triwulan II 2018 First Media, Internux juga diketahui mendapatkan beberapa fasilitas dari beberapa kreditur lainnya.
Pertama, dari Raiffeisen Bank International AG, Malaysia. Pada Mei 2014, Internux mendapat fasilitas kredit senilai US$ 50.000, dimana bisa ditingkatkan menjadi US$ 100.000. Sementara hingga 30 Juni 2018 posisi utang perseroan kepada Raiffeisen berada pada nilai Rp 667,05 miliar.
Adapula fasilitas pembayaran jangka panjang dari PT Huawei Tech Investment, pemasok perusahaan, dengan jangka waktu 36 bulan yang diterima Internux pada Juli 2015.
Terkait fasilitas ini, Laporan Keuangan diterbitkan, Internux telah menerbitkan Surat Sanggup sebesar US$ 62.063 dan telah membayar sebesar US$ 58.413. Sedangkan posisi tagihan dari Huawei kepada perseroan hingga 30 Juni 2018 adalah senilai Rp 69,17 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News