kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dua perusahaan ajukan produsen Bolt masuk PKPU


Minggu, 26 Agustus 2018 / 19:04 WIB
Dua perusahaan ajukan produsen Bolt masuk PKPU
ILUSTRASI. Ilustrasi Palu Hakim_Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen modem Bolt, PT Internux yang juga anak usaha PT First Media Tbk (KBLV), diajukan masuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Para pemohon merupakan pemegang tagihan yang berasal dari peralihan piutang (loan cessie) dua vendor Internux.

Permohonan PKPU kepada Internux terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 126/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst sejak 20 Agustus 2018 lalu. Sementara para pemohonnya adalah PT Equasel Selaras dan PT Intiusaha Solusindo.

Equasel menagih utang senilai Rp 3,21 miliar yang berasal dari peralihan utang Internux kepada PT Cursor Media. Tagihan ini terkait Brand Campaign Internux di televisi nasional pada Mei 2017 hingga Agustus 2017. Nilai total kerjasama ini adalah Rp 5,01 miliar.

Sejak September 2017 hingga Desember 2017, Cursor juga telah melakukan penagihan. Namun tagihan tersebut tak sepenuhnya dibayar, dan menyisakan tagihan senilai Rp 3,21 miliar. Terkait sisa tagihan ini Cursor juga telah melayangkan somasi kepada Internux pada 5 Juli 2018. Namun Internux tetap belum melunasi tagihan ini. Oleh karenanya, pada 27 Juli 2018, Cursor mengalihkan utang kepada Equasel.

"Bahwa pada 27 Juli 2018, Cursor telah mengalihkan utang kepada pemohon I (Equasel), di mana sejak 14 Agustus 2018 pemohon I berhak atas segala penerimaan pembayaran dari termohon (Internux)," tulis kuasa hukum pemohon Martimbang Rheinhard Siahaan dari Firma Hukum Maria Salikin dalam berkas permohonan yang didapatkan KONTAN.

Peralihan utang tersebut juga telah diakui Maetimbang telah diberitahukan kepada Internux sejak 14 Agustus 2018. Sehari kemudian, Eqausel juga mengirim somasi kepada Internux.

Sementara tagihan Intiusaha kepada Internux senilai Rp 932 juta. Sama seperti Equasel, Intiusaha juga menagih utang ke Internux dari peralihan piutang, yaitu dari PT Nusapro Telemedia Persada.

Mulanya Internux punya tagihan senilai Rp 940 juta kepada Nusapro dari kerjasama pemeliharaan peralatan Internux di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta sejak 16 Maret 2014. Nah tagihan ini sejatinya telah ditagih Nusapro sejak September 2017 hingga April 2018 lantaran telah jatuh tempo.

Namun lantaran belum ada pembayaran, pada 2 Juli 2018 Nusapro juga layangkan somasi kepada Internux. Hingga akhirnya Nusapro mengalihkan tagihan-tagihannya kepada Intiusaha pada 30 Juli 2018.

"Bahwa pada 30 Juli 2018, Nusapro telah mengalihkan utang kepada pemohon II (Intiusaha), dimana sejak 13 Agustus 2018 pemohon II berhak atas segala penerimaan pembayaran dari termohon (Internux), dan sudah diberitahukan kepada termohon pada tanggal yang sama," lanjut Martimbang sebagaimana ditulisnya dalam berkas permohonan.

Sehari kemudian, pada 14 Agustus 2018 Intiusaha juga turut melayangkan somasi. Meminta tagihannya senilai Rp 932 juta dibayar Internux.

Dalam berkas permohonan, Martimbang juga turut memasukan kreditur lain yang juga memiliki tagihan kepada Internux, yaitu PT Agung Mutiara Utama. Agung memegang tagihan senilai Rp 126 juta yang juga berasal dari peralihan piutang.

Adalah PT Dentsu Indonesia yang mengalihkan tagihannya ke Agung. Dentsu mulanya menjalin kerjasama terkait penyediaan jasa creative agency dengan Internux senilai Rp 700 juta. Kerjasama ini berdurasi enam bulan, dari Maret 2017 hingga September 2017.

"Setelah terlaksananya perjanjian, Dentsu setiap bulannya mengirimkan tagihan dan dibayar termohon (Internux). Namun untuk retainer fee senilai Rp 128 juta termasuk PPN, dan PPh sebagaimana invoice 17 Oktober 2017, belum juga dibayar hingga jatuh tempo pada 17 November 2017," jelas Martimbang.

Tagihan retainer fee ini yang kemudian dialihkan Dentsu kepada Agung pada 25 Juli 2018, dan aktif pada 13 Agustus 2018 senilai Rp 126 juta, dan telah diberitahukan kepada Internux pada tanggal yang sama. Sehari kemudian, Agung juga kirim somasi menagih utang tersebut.

Sekadar informasi, sidang perdana permohonan PKPU kepada Internux ini akan digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Selasa, 27 Agustus mendatang.

Sementara terkait permohonan ini, KONTAN telah mencoba menghubungi Presiden Direktur First Media Harianda Noerlan. Meski demikian ia menolak sambungan telepon, dan tak membalas pesan pendek dari KONTAN.

Pun Financial Controller First Media Budi Erwanto. Seorang yang mengangkat sambungan telepon KONTAN ke Budi menyatakan bahwa Budi sedang tak bisa dihubungi. Ia meminta KONTAN untuk kembali menghubunginya kembali esok hari. Pesan pendek KONTAN dari aplikasi WhatsApp juga belum dibaca Budi.

Asal tahu, Internux nampaknya memang tengah mengalami kesulitan keuangan. Pada 16 Agustus 2018 lalu, dari Keterbukaan Informasi First Media dinyatakan bahwa utang Internux kepada PT CIMB Niaga Tbk (BNGA) senilai Rp 510,75 miliar dialihkan (novasi). First Media kini bertanggung jawab atas utang Internux tersebut.

"Berdasarkan akta novasi dan penegasan kredit no. 10 tanggal 15 Agustus 2018, perseroan telah menerima novasi atas fasilitas kredit yang diterima Internux dari Cimb Niaga senilai Rp 510,75 miliar. Sehubungan hal tersebut, perseroan akan mengganti posisi Internux sebagai debitur," tulis Corporate Secretary First Media Shinta M. Puntu kala itu.

Dari Laporan Keuangan Triwulan II 2018 First Media, Internux juga diketahui mendapatkan beberapa fasilitas dari beberapa kreditur lainnya.

Pertama, dari Raiffeisen Bank International AG, Malaysia. Pada Mei 2014, Internux mendapat fasilitas kredit senilai US$ 50.000, dimana bisa ditingkatkan menjadi US$ 100.000. Sementara hingga 30 Juni 2018 posisi utang perseroan kepada Raiffeisen berada pada nilai Rp 667,05 miliar.

Adapula fasilitas pembayaran jangka panjang dari PT Huawei Tech Investment, dengan jangka waktu 36 bulan yang diterima Internux pada Juli 2015. Terkait fasilitas ini, hingga tanggal Laporan Keuangan terbit, Internux telah menerbitkan Surat Sanggup (Promissory Notes) senilai US$ 62.063 dan telah membayar senilai US$ 58.413. Sedangkan posisi tagihan dari Huawei kepada perseroan hingga 30 Juni 2018 tercatat senilai Rp 69,17 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×