kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Intan Baruprana (IBFN) giat pulihkan pembiayaan macet untuk restrukturisasi


Minggu, 26 Agustus 2018 / 20:11 WIB
Intan Baruprana (IBFN) giat pulihkan pembiayaan macet untuk restrukturisasi
ILUSTRASI. Kredit alat berat Intan Baruprana Finance (IBF)


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN) yang berakhir damai (homologasi) pada 10 April 2018 lalu menuntut perusahaan giat menagih utang dari debitur yang bermasalah. Upaya hukum juga tak segan dilakukan Intan Baruprana.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Intan Baruprana Alexander Reyza seiring membaiknya harga komoditas tambang. Salah satu sumber pendapatan terbesar perseroan terkait bisnis pembiayaan alat berat.

"Seiring dengan pemulihan harga komoditas tambang, IBFN melakukan restrukturisasi atas pembiayaan bermasalah dari nasabah yang kooperatif dan mempunyai prospek usaha yang baik. Untuk nasabah yang dinilai tidak kooperatif, IBFN tidak segan untuk menggunakan jalur hukum," kata Reyza kepada KONTAN pekan lalu.

Reyza menambahkan, upaya restrukturisasi yang dilakukan bertujuan melindungi dan memulihkan kepercayaan para investor.

"Sehingga akan mendukung usaha rencana strategis dan pengembangan kinerja IBFN kedepannya," sambungnya.

Di lajur hukum, Intan Baruprana sendiri telah memailitkan CV Kalimass Jaya Utama. Kalimas dinyatakan pailit pada 21 Agustus 2018 lalu atas permohonan Intan Baruprana di Pengadilan Niaga Surabaya. Kalimass sendiri diketahui memiliki utang senilai Rp 32 miliar kepada Intan Baruprana terkait penyewaan alat berat.

Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 15 Agustus 2018 lalu, Intan Baruprana juga telah diberikan restu untuk menggelar right issue. Pelaksanaan right issue ini ditargetkan akan memberikan dana senilai Rp 105 miliar ke perusahaan akan dilaksanakan pada Semester II 2018.

Ikhtiar right issue ini disebut Reyza juga telah menemukan pembeli siaga, yaitu PT Northcliff Indonesia.

"Kami senang sekali atas kesediaan Northcliff dalam mendukung rencana rights issue IBFN. Keseluruhan dana setelah dikurangi dengan biaya emisi, akan digunakan untuk modal kerja pembiayaan," sambung Reyza.

Selain itu, IBFN juga berencana akan menerbitkan Waran Seri I sebagai pemanis (sweetener) di mana dana yang diperoleh dari hasil pelaksanaannya akan digunakan untuk modal kerja perseroan.

Mengingatkan, homologasi PKPU Intan Baruprana menyatakan perseroan akan menunaikan tagihan-tagihan dari krediturnya selama 15 tahun.

Rinciannya, tahun ke-1 sampai ke-5 cicilan jumlah hutang 1% per tahun dibayarkan setiap bulannya. Sedangkan untuk tahun ke-6 sampai ke-10 cicilan jumlah hutang dibayarkan 2% per tahun yang dibayarkan setiap bulan. Untuk tahun ke-11 sampai 15, cicilan jumlah hutang dibayarkan 3% per tahun dibayarkan setiap bulan.

Kemudian pada akhir tahun ke-15, sisa hutang separatis yang belum dibayar, seluruhnya akan dilunasi. Untuk bunga penyelesaian, mereka menawarkan 4% per tahun dari pokok total jumlah hutang separatis yang dibayarkan pada tahun berjalan.

Sekadar informasi, dalam PKPU, tagihan Intan Baruparana mencapai Rp 1,73 triliun, yang berasal dari 10 kreditur separatis dengan total tagihan Rp 1,33 triliun dan 42 kreditur konkuren dengan total tagihan senilai Rp 400 miliar. Sementara dari catatan KONTAN, kreditur separatis pemilik tagihan terbesar adalah, BNI sekitar Rp 492 miliar, Bank Muamalat sekitar Rp 271 miliar, dan Eximbank sekitar Rp 145 miliar.

Terhadap beberapa kreditur separatis juga telah dilakukan perjanjian bilateral dalam upaya restrukturisasi utang-utang. Pun pada Juli 2018 lalu, perseroan telah mengonversi utang melalui penambahan modal tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dengan nilai sekitar Rp 350 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×