Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko investasi (Credit Default Swap/CDS) 5 tahun Indonesia naik pada awal bulan Februari ini, juga rupiah terkoreksi, harga surat utang serta saham rontok. Faktor eksternal dinilai jadi faktor utama.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan bahwa kondisi saat ini didominasi sentimen global karena sedang risk off. Sebab pekan lalu terdapat beberapa kejadian, seperti penerapan tarif Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Kemudian, ada rilis PCE dan PCE inti yang naik pada Desember 2024. Sehingga mengindikasikan penurunan potensi penurunan suku bunga the Fed tahun ini menjadi 25bps - 50bps.
Baca Juga: Persepsi Risiko Investasi (CDS) Indonesia Kembali Naik, Ini Sentimen yang Menyeretnya
"Kombinasi kedua faktor itu membuat sentimen risk off meningkat," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (3/2).
Sementara dari domestik, Josua menyebutkan untuk rilis data pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2024 pihaknya memperkirakan berada di bawah 5%. Meski begitu, secara keseluruhan masih berkisar 5%.
Sambungnya, jika dibandingkan dengan global, Josua belum menemukan adanya risiko yang cukup signifikan yang membuat investor asing keluar dari pasar keuangan Indonesia. "Jadi, saya pikir lebih karena faktor eksternal," tegasnya.
Terkait potensi peningkatan anggaran Makan Bergizi Gratis, Josua menilai untuk jangka pendek mendorong kenaikan CDS 5 tahun Indonesia, mengingat pemangkasan anggaran dari pusat dan daerah. Namun, dirinya berpendapat hal tersebut tidak menjadi peristiwa yang krusial.
Baca Juga: BI Catat Modal Asing Mulai Masuk ke Pasar Domestik Pekan Ini
Sebab, ini upaya pemerintah untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah panjang, khususnya dari sisi peningkatan kualitas human capital. "Jadi saya pikir masih tetap akan ada dampak positif," paparnya.
Di sisi lain, pada Januari juga masih tercatat inflow asing, meskipun didominasi dari SRBI. Sehingga, Josua meyakini kondisi saat ini lebih cenderung dari eksternal dan perubahan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang menyusut.
Dengan ketidakpastian yang tinggi, Josua menilai instrumen investasi dengan volatilitas rendah bisa dilirik, seperti Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor pendek.
Baca Juga: BI Catat Aliran Modal Asing Keluar Rp 4,38 Triliun Pada Pekan Kedua Januari 2024
Josua juga optimis bahwa suplai SBN tetap positif di tengah defisit anggaran pemerintah saat ini.
Hal itu berangkat dari utang jatuh tempo tahun ini, yang variable rate yang dimiliki Bank Indonesia (BI), akhirnya sudah bersepakat dengan BI untuk melakukan debt switch, yang merupakan salah satu upaya mengurangi risiko suplai.
Selanjutnya: Persepsi Risiko Investasi (CDS) Indonesia Kembali Naik, Ini Sentimen yang Menyeretnya
Menarik Dibaca: Jadwal KRL Jogja-Solo Pada 4 Sampai 5 Februari 2025, Catat Moms!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News