Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin sensitif terhadap pemberitaan pers di akhir masa jabatannya. Ia menilai, beberapa pers nasional tidak menaati kaidah-kaidah atau kode etik jurnalistik dalam menyampaikan pemberitaan.
Salah satunya, adalah adanya pemberitaan yang tidak berimbang, dan cenderung menyerang pihak-pihak tertentu, termasuk dirinya.
Hal itu terjadi, menurut SBY, karena disebabkan dua faktor utama. Pertama adalah karena pers dikekang oleh sistem pemerintahan otoritarian.
Di situ, pers dikontrol, bisa dibredel bila bandel. Dalam kondisi tersebut, pers bukan lagi pilar demokrasi. Kedua adalah faktor pemilik modal yang melakukan intervensi yang tidak sehat. Akibatnya, pers kehilangan kemerdekaannya.
"Nah faktor kedua ini, kerap terjadi di banyak negara demokrasi. Itulah yang ingin saya ingatkan secara formal, sebagai tanggungjawab saya," tutur Presiden pada acara puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara di Wisma ANTARA, Rabu (18/12).
SBY mengatakan, pers sebenarnya memiliki peranan penting dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Pers merupakan pilar penting demokrasi.
Pers juga berkontribusi mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bertanah air. Selain itu, pers juga amat penting dalam mengontrol jalannya pemerintahan dan mengingatkan pemerintah bila berada di jalur yang salah.
Sejak masih menjadi TNI aktif pada tahun 1998, SBY mengatakan dirinya sudah mendukung kebebasan pers.
"Selagi saya dan teman-teman menjalankan reformasi militer di Fraksi ABRI, salah satunya yang kami perjuangkan adalah kemerdekaan pers. Sebagi pendukung setia freedom of the press, tentu saya ikut peduli terhadap perkembangan dunia pers," tutur Presiden.
Karena itu, SBY meminta agar pers kembali pada fungsi utamanya sebagai pendidik masyarakat, pengontrol jalannya pemerintah dan bukan memfitnah serta menyampaikan pemberitaan yang bertentangan dengan kode etik jurnalistik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News