Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .
“Pola di 135 negara di dunia per 6 Mei 2020, 70% instrumen pajak polanya untuk dua hal tersebut. Ini untuk mencegah PHK, ketersediaan dana untuk modal kerja dan operasional, serta mencegah supply shock (menjaga kontinuitas produksi barang/jasa),” Ujar Darrusalam kepada Kontan.co,id, Minggu (10/5).
Baca Juga: Kemenkeu catat pembayaran pajak via e-commerce mencapai Rp 270 miliar per 8 Mei 2020
Adapun instrumen yang digunakan juga bisa bermacam-macam, salah satunya melalui PPN (peringkat kedua setelah PPh). Dimana mekanismenya berupa restitusi dipercepat serta pembebasan sanksi. “Menariknya, jarang ada negara yg melakukan pembebasan dan pengurangan tarif PPN. Kecuali bagi sektor kesehatan atau aktivitas pendukungnya,” tambahnya.
Menurutnya, senada dengan pola global tersebut, ia justru menyarankan insentif PPN lebih untuk restitusi dipercepat saja dan bukan atas pembebasan (kecuali untuk sektor kesehatan). Restitusi yang dipercepat masih bisa diperluas dengan relaksasi persyaratan. Selain itu, penundaan juga masih dimungkinkan karena beberapa negara juga ikut melakukan hal serupa seperti di beberapa Gulf countries.
Sebagai dampak penerimaannya ia memastikan menilai sudah pasti tahun ini akan mengalami penurunan baik akibat pelemahan aktivitas ekonomi yang mengakibatkan penerimaan pajak melemah maupun meningkatnya belanja perpajakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News