Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menekankan, pentingnya keberlanjutan dan keberadilan dana haji. Oleh karenanya, Ia menilai bahwa persentase yang ditanggung oleh jemaah seharusnya lebih besar dari nilai manfaat.
Pasalnya dalam beberapa tahun terakhir, rasio nilai manfaat terhadap Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) total biaya haji yang semakin tinggi. Oleh karenanya diusulkan kelak komposisi biaya haji ialah 70:30. Dimana 70% yang dibayar oleh jemaah dan 30% ditutup oleh nilai manfaat dari dana haji.
Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji menilai, jika mencermati postur BPIH 2024 Masehi/ 1445 Hijriyah porsi penggunaan dana dari nilai manfaat terus dikurangi secara gradual. Hal tersebut sebagai upaya rasionalisasi dan penyehatan atas keberlangsungan dana haji yang dikelola BPKH.
Baca Juga: Anggota Ombudsman Dorong Adanya Transparansi Pengelolaan Dana Haji
"Hal ini memang akan memiliki konsekuensi beban biaya yang harus ditanggung jemaah yang berangkat pada tahun berjalan akan terus merangkak naik," kata Mustolih kepada Kontan.co.id, Rabu (13/12).
Ia menjelaskan, selama ini terdapat ketimpangan yang sangat tajam dalam tata kelola keuangan haji antara dana distribusi nilai manfaat dari hasil investasi kepada jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dengan nilai manfaat yang didistribusikan jemaah haji yang masih menunggu antre (waiting list).
Padahal kata Mustolih setiap jemaah regular sama-sama membayar setoran awal Rp 25 juta. Sementara itu, saat ini terdapat 5,2 juta jemaah yang sudah mendaftar dengan akumulasi dana yang dihimpun Rp 165 triliun yang dikelola BPKH.
Sejak BPKH didirikan 2017 sampai 2024 nilai manfaat yang diberikan kepada setiap jemaah haji (per orang) yang berangkat besarannya cukup tinggi yaitu Rp 26,90 juta (2017), Rp 33,72 juta (2018), Rp 33,92 juta (2019), Rp 57,91 juta (2022), Rp 40, 23 juta (2023), Rp 37 juta (2024).
Baca Juga: Kemenag: Pelunasan Biaya Haji 2024 Sudah Dapat Dicicil Jamaah
Jumlah tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan distribusi nilai manfaat yang diterima jemaah haji tunggu yang jumlahnya 5,2 juta orang rata-rata hanya menerima dikisaran Rp 150.000 - Rp 490.000 per orang dalam setiap tahunnya.
Sehingga jika ditotal dalam rentang tahun 2017-2023 jemaah haji tunggu per orang rata-rata hanya memperoleh penambahan nilai manfaat dari hasil pengembangan investasi sebesar Rp 1,8 juta yang didistribusikan oleh BPKH melalui akun virtual atau rata-rata 20% dari total nilai manfaat. Sedangkan 80% diberikan kepada jemaah haji yang berangkat pada setiap tahun.
"Oleh sebab itu, mengingat dana yang diterima jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dari nilai manfaat gapnya begitu besar, maka wajar bila kemudian ada yang menyebut sebagai subsidi dengan sistem sangat mirip skema ponzi (ponzi sceam). Dimana 5,2 jemaah haji tunggu dana hasil kelolaannya dari BPKH yang berasal dari uang pendaftaran ‘dipaksa’ menanggung subsidi kepada 221.000 jemaah, tahun depan 241.000 jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan," kata Mustolih.
Maka jika format subsidi terebut diteruskan maka dana haji akan tergerus dan habis hanya untuk subsidi maksimal sampai tahun 2027. Nilai manfaat yang diperoleh BPKH dari 2018-2022 berkisar Rp 6 triliun sampai Rp 10 triliun.
Baca Juga: Kemenag: Seleksi Petugas Haji Daerah Digelar Januari 2024
"Praktik ini tentu sangat tidak sehat bagi kelangsungan dana haji dan bisa menjadi bom waktu. Karena hak jemaah haji tunggu sangat dirugikan, terlebih bagi mereka yang antri sampai 20 hingga 40 tahun mendatang," jelasnya.
Ia mengatakan, saat ini besaran pembagian nilai manfaat juga tidak memiliki payung hukum yang jelas sehingga jemaah haji tunggu dirugikan.
Oleh sebab itu, tata kelola keuangan haji harus terus diperbaiki dengan cara merasionalisasi dan menyeimbangkan pembagian nilai manfaat yang adil dan proporsional antara jemaah haji yang berangkat dengan jemaah haji yang akan berangkat pada tahun-tahun berikutnya.
Rancangan yang diusung oleh Kemenag dengan formula 70% ditanggung Jemaah dan 30% dari nilai manfaat patut dipertimbangkan sebagai langkah penyelematan jangka panjang.
Baca Juga: Sekar Arum Sari Jadi Motif Seragam Baru Batik Jemaah Haji Indonesia
Soal besaran persentase dana haji yang dibebankan ke Jemaah dan nilai manfaat yang bisa diambil dari BPKH hingga kini masih terjadi kekosongan hukum.
Pasalnya belum ada aturan yang mengikat di undang-undang sehingga Mustolih menilai naik turunnya angka-angka tersebut lebih bertendensi dan didominasi sebagai keputusan politik.
"Ke depan harus diatur secara jelas dengan merevisi UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Keuangan Haji," imbuhnya.
Formula BPIH ke depan harus benar-benar bisa menjaga keseimbangan, kesehatan serta kelangsungan dana haji serta keadilan bagi jemaah haji tunggu agar mendapat manfaat yang proporsional.
Meskipun terkesan biaya haji yang harus ditanggung jemaah haji yang berangkat akan makin besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News