Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Presiden Boston Institute for Developing Economies Gustav Papanek menegaskan, pada 2019, Indonesia berkesempatan menciptakan pekerjaan lebih banyak di sektor manufaktur karena bonus demografi, yakni angkatan kerja berusia produktif.
"China yang sebelumnya mendominasi pasar dunia manufaktur akan lengser karena upah yang tinggi dan pekerja yang menua," paparnya di Jakarta, Rabu (19/3).
Gustav mengungkapkan, efek reformasi terbukti meningkatkan ekspor industri manufaktur sebanyak 34%. Menjelang pemilihan presiden dan legislatif, visi dan misi presiden dan pemerintahan mendatang harus membidik peningkatan sektor padat karya tersebut.
Selain manufaktur, Center of Reform on Economics (CORE) juga menyebut pertanian sebagai sektor utama kedua yang mampu menyerap tenaga kerja Indonesia secara masif.
"Pertanian harus dikembangkan karena biar bagaimana pun sebagian besar orang Indonesia masih bertani," ujar Ekonom CORE Hendri Saparini.
Sektor lain yang juga tak kalah penting adalah industri kesehatan. Pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di 2014 akan meningkatkan kebutuhan dokter dan tenaga medis secara signifikan. Saat ini, tercatat ada 92.918 dokter dan 315.217 tenaga medis.
Pada 2025, kebutuhan tersebut diprediksi menjadi 807.752 dokter dan 2.339.694 tenaga medis. "Indonesia harus bersiap karena Masyarakat Ekonomi Asean di 2015 membolehkan arus bebas tenaga kerja 'skilled workers' seperti dokter dan tenaga medis," ujar Hendri.
Sektor pariwisata juga berperan dalam penciptaan lapangan kerja padat karya mengingat kebutuhan pekerja dari latar belakang pendidikan yang bervariasi. Lagi-lagi, daya tarik pariwisata Indonesia akan melemah jika tak didukung infrastruktur yang mumpuni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News