Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) meminta Pemerintah dan Mahkamah Agung (MA) bersikap tegas dengan tidak membiarkan organisasi-organisasi yang beranggotakan advokat melakukan kegiatan yang bukan wewenangnya, antara lain mengadakan pendidikan advokat dan mengangkat advokat.
"Pemerintah dan MA tidak menunjukkan sikap, mengabaikan, serta membiarkan perilaku organisasi-organisasi yang beranggotakan advokat melakukan tindakan yang bukan merupakan wewenangnya," kata H. Sutrisno, S.H., M.Hum, Ketua Umum Ikadin dalam keterangannya, Senin (12/11).
Sutrinso menyampaikan, hal ini merupakan salah satu dari empat poin atau pokok pikiran dari hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikadin 2018 yang dihelat di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) pada (8-9/10).
Pembiaran tersebut merupakan bentuk perilaku Negara yang melanggar undang-undang. Pasalnya, lanjut Sutrisno, sesuai yang menjadi pokok poin pertama Rakernas ini, bahwa sistem yang dianut oleh Undang-Undang (UU) Advokat Nomor 18 Tahun 2003, bahwa Pasal 28 Ayat (1) berbunyi,
"Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat". "Perintah UU tersebut harus ditaati oleh unsur-unsur Negara baik itu Pemerintah atau MA RI," ujarnya.
Hal ini, lanjut Sutrisno, juga terkait dengan Pasal 5 UU Advokat yang memberikan status penegak hukum kepada advokat. Dengan demikian, maka juga seharusnya ada satu organisasi advokat yang mempunyai kewenangan menyangkut profesi advokat yang diberikan oleh Negara sebagai pelaksana kewenangan Negara terhadap profesi advokat.
Selanjutnya Sutrisno menambahkan, poin ketiga dari Rakernas Ikadin menjelaskan jika MA RI telah membuka pintu melalui seluruh jajaran Pengadilan Tinggi di Indonesia untuk menerima permintaan dan melakukan penyumpahan Advokat yang diangkat oleh organisasi manapun.
"Ini jelas tidak menghormati UU Advokat dan melahirkan kekacauan, Ikadin dengan ini menyampaikan keberatan sekaligus protes atas terbitnya Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 dan meminta untuk segera dicabut karena bersifat destruktif bagi kepentingan menjaga kualitas dan kehormatan Profesi Advokat," ujarnya.
Terakhir atau keempat, sebagaimana dicantumkan dalam diktum Menimbang Kedua UU Advokat: "kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia".
"Atas dasar hal tersebut Ikadin mendesak Pemerintah untuk berani menyampaikan sikap dan politik hukumnya dalam rangka menumbuhkan pilar penting Profesi Advokat menjadi profesi yang terhormat (Officium Nobile)," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News