kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Poin-Poin RUU KUHP, Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden Masuk Delik Aduan


Kamis, 26 Mei 2022 / 11:39 WIB
Ini Poin-Poin RUU KUHP, Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden Masuk Delik Aduan
ILUSTRASI. Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (UU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke DPR.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (UU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke DPR. RUU KUHP ini untuk merevisi UU KUHP yang saat ini berlaku.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan, salah satu substansi dalam RUU KUHP adalah mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Hal itu diatur dalam pasal 218 RUU KUHP.

Edward menegaskan, pemerintah tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, pasal yang dimatikan tersebut merupakan delik biasa.

“Sementara yang ada dalam RKUHP ini adalah delik aduan, kami menambahkan bahwa pengaduan dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden,” ucap Edward dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, Rabu (25/5).

Ketentuan tersebut tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah.

Baca Juga: DPR Sahkan UU PPP, Fraksi PKS Tetap Ingin Revisi UU Cipta Kerja Dibahas Komprehensif

Edward mengatakan, pemerintah mengusulkan untuk menghapus pasal mengenai dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin yang terdapat dalam pasal 276 ayat (1) RUU KUHP. Penghapusan pasal ini karena pengaturan hal serupa telah diatur dalam pasal 76 UU nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran sehingga menimbulkan duplikasi apabila diatur kembali.

Pemerintah juga menghapus pengaturan mengenai advokat curang yang terdapat dalam pasal 282 RUU KUHP. Hal ini karena berpotensi menimbulkan bias terhadap salah satu profesi penegak hukum apabila hanya profesi tersebut yang diatur.

Selain itu, terkait pidana mati, Edward menerangkan, berbeda dengan KUPH yang menempatkan pidana mati sebagai salah satu pidana pokok. RUU KUHP menempatkan pidana mati sebagai pidana yang paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana.

Edward mengatakan, pemerintah selama tahun 2021 telah melakukan sosialisasi dengan melaksanakan diskusi publik. Dari hasil sosialisasi pemerintah melakukan penyempurnaan dengan melakukan reformulasi dan memberikan penjelasan terhadap pasal-pasal kontroversi berdasarkan masukan berbagai unsur masyarakat, serta kementerian/lembaga terkait.

“RUU KUHP masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) jangka menengah tahun 2020 – 2024 dan prolegnas prioritas tahun 2022 sehingga diharapkan RUU KUHP direncanakan akan diselesaikan pada masa sidang kelima DPR RI tahun 2022 ini,” ucap Edward.

Setelah Komisi III DPR mendengarkan penjelasan atas isu-isu krusial dalam RUU KUHP, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengatakan, Komisi III DPR akan menindaklanjuti pembahasan RUU Carry Over RUU KUHP dan RUU tentang Pemasyarakatan sesuai dengan mekanisme ketentuan perundang-undangan.

“Komisi III DPR RI akan menyampaikan surat pemberitahuan tindak lanjut pembahasan terhadap RUU tentang KUHP dan RUU tentang Pemasyarakatan kepada Presiden melalui pimpinan DPR,” ujar Desmond.

Baca Juga: Tok! DPR Sahkan Revisi UU PPP, UU Cipta Kerja Punya Dasar Hukum

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×