Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
Saya juga memohon Pak Jokowi, presiden kita, berkenan memberikan penjelasan, dari mana transkrip atau sadapan didapat itu, siapa yang menyadap. Supaya jelas. Yang kita cari kebenaran.
Ini negara kita sendiri bukan negara orang lain, bagus kalau kita bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan baik, adil dan bertanggung jawab. Itu dari aspek hukum saudara-saudara dan juga dari aspek politik.
Kalau dari aspek sosial, begini. Kalau saya saja sebagai mantan presiden yang mendapatkan pengamanan dari Paspampres begitu mudahnya disadap, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang lain, rakyat kita yang lain, politisi yang lain. Sangat mungkin mereka mengalami nasib yang sama dengan yang saya alami.
Nah kalau itu terjadi, negara kita seperti rimba raya. Hukumnya hukum rimba. Artinya yang kuat menang, yang lemah kalah. Padahal yang betul itu yang benar menang yang salah kalah.
Jadi kita mohonkan betul penjelasan dari Bapak Presiden tentang hal ini. Mudah-mudahan rakyat menjadi tenang, karena diucapkan di depan persidangan berarti itu memiliki kekuatan tersendiri dan memiliki keabsahan tersendiri. Itu yang kita sampaikan.
Tentu saudara ingin mendapatkan apa memang tidak ada percakapan antara saya dengan Pak Ma’ruf Amin atau dengan pejabat-pejabat yang lain. Saya ingin bicara truth, fakta, kebenaran.
Tanggal 7 oktober 2016, memang ada pertemuan antara Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni dengan kedua organisasi. Pada hari itu dijadwalkan Agus-Silvy dijadwalkan ketemu dengan PBNU dan PP Muhammadiyah.
Yang saya tahu, tema dari pertemuan itu, Agus-Silvy mohon doa restu dan nasehat agar perjuangannya dalam Pilkada Jakarta berhasil.
Kemudian, sebelum Agus Harimurti Yudhoyono berangkat, saya pesan sampaikan salam saya kepada beliau-beliau, dan kapan-kapan senang kalau saya bisa bertukar pikiran tentang masalah Islam dan dunia.
Untuk teman-teman ketahui sekarang ini saya adalah satu dari tiga yang disebut wise person, yang tergabung dalam Wise Person Council. Saya, mantan Presiden Turki Abdullah Gul dan mantan Presiden Nigeria Abdussalam, secara resmi sejak tahun yang lalu menjadi Wise Person Council dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang pusatnya di Jeddah, Saudi Arabia.
Peran dan tugas saya adalah untuk memberi pandangan kepada OKI tentang bagaimana kita mengelola tentang permasalahan Islam se-dunia, di Timur Tengah, Rohingya, dan banyak lagi tempat yang menurut OKI kita harus peduli, dan juga mencari solusi.
Dalam konteks itulah, kapan-kapan saya sampaikan bisa ketemu, saya bisa mendiskusikan itu.
Kemudian, saya diberi tahu di acara PBNU, itu cukup lengkap. Bukan hanya Pak Said Aqil Siradj, tetapi juga Pak Ma’ruf Amin sebagai Rais A’am, bukan dalam kapasitasnya sebagai Ketua MUI.
Dan mereka pengurus itu yang katanya lengkap, mengira saya ikut dalam rombongan itu. Saya katakan tidak mungkin. Agus-Sylvi sudah mandiri, nanti dikira di bawah bayang-bayang ayahnya.
Dan tidak baik. Toh mereka datang untuk meminta doa restu dan bimbingan. Pada saat itulah, tidak ada kaitannya dengan kasusnya Pak Ahok, dengan tugas-tugas MUI, dengan tugas-tugas untuk mengeluarkan fatwa.
Ada staf yang bukan saya menelepon Pak Ma’ruf Amin langsung, atau Pak Ma’ruf Amin menelepon saya langsung, tapi ada staf yang di sana menyambungkan percakapan saya dengan Pak Ma’ruf Amin yang kaitannya seputar pertemuan itu.
Dan saya ulangi lagi bahwa kita berdiskusi dengan yang lain-lain, intinya seperti itu. Jadi percakapan itu ada.
Kalau Pak Ma’ruf Amin saya dengar mengatakan tidak ada pertemuan langsung saya dengan Pak SBY, dan percakapan saya langsung dengan Pak SBY yang berkaitan dengan tugas kami, MUI, untuk mengeluarkan pendapat keagamaan atau apapun namanya.
Namun, saya tidak ingin berpanjang lebar di situ. Kalau dibangun opini gara-gara percakapan saya dengan Pak Ma’ruf Amin, gara-gara pertemuan dengan Agus-Sylvi dengan PBNU dan PP Muhammadiyah, maka pendapat keagamaan yang dikeluarkan seperti itu, maka tanyakan kepada MUI.