kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini Penyebab Petani Indonesia Enggan Tanam Kedelai


Senin, 19 September 2022 / 16:34 WIB
Ini Penyebab Petani Indonesia Enggan Tanam Kedelai
ILUSTRASI. Petani memanen kedelai di Banyuwangi, Jawa Timur. (KONTAN/Muradi)


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus mendorong produksi kedelai nasional, sehingga kebutuhan kedelai dalam negeri tidak 100% bergantung kepada impor. Pemenuhan kebutuhan kedelai nasional mayoritas masih diisi oleh impor karena ketersediaan kedelai nasional yang belum mencukupi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa, kondisi saat ini produksi kedelai nasional terus mengalami penurunan.

"Bapak Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100% tergantung impor karena dari hampir seluruh kebutuhan yang 2,4 juta ton itu produksi nasionalnya kan turun terus," ujarnya kepada media usai Rapat Terbatas di Komplek Istana Kepresidenan, Senin (19/9).

Turunnya produksi kedelai nasional lantaran para petani dengan menanam komoditi pangan ini. Menurutnya persoalan harga beli dari kedelai yang kurang menarik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan petani enggan menanam kedelai.

Menurut Airlangga, petani tidak bisa menanam kedelai jika harganya di bawah Rp10.000 per kilogram karena akan kalah dengan harga impor dari Amerika Serikat yang hanya Rp 7.700 kilogram atau bahkan lebih murah.

Baca Juga: Genjot Produktivitas Kedelai, Pemerintah Akan Tetapkan Harga Beli

"Jadi kalau petani disuruh milih tanam jagung atau kedelai, ya mereka larinya ke jagung semua. Nah sekarang kita kan ingin semua ada mix, tidak hanya jagung saja tetapi kedelainya juga bisa naik," jelasnya.

Untuk itu, Presiden Jokowi memberikan sejumlah arahan antara lain agar jajarannya bisa menentukan harga kedelai agar petani tidak dirugikan. Terkait hal tersebut, Presiden meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membeli dari petani dengan harga yang telah ditentukan.

"Jadi untuk itu, untuk mencapai harga itu nanti ada penugasan dari BUMN agar petani bisa memproduksi. Itu di harga Rp 10.000 [per kilogram]," imbuh Airlangga.

Selain itu, Jokowi juga menginginkan agar petani menggunakan bibit unggul yang telah direkayasa secara genetik (GMO). Harapannya dengan GMO produksi kedelai per hektare dapat melonjak beberapa kali lipat.

Menurutnya, dengan menggunakan bibit kedelai GMO produksi per hektar dapat meningkat dari sekitar 1,6-2 ton per hektare menjadi 3,5-4 ton per hektare.

Untuk peningkatan produktivitas kedelai nasional pemerintah telah menyiapkan anggaran untuk perluasan lahan tanam kedelai. Dimana dari sekarang sekitar 150.000 hektare menjadi 300.000 hektare.

Baca Juga: Disulut Kenaikan Harga BBM, BI: Inflasi September 2022 Tembus 1% Secara Bulanan

Kemudian perluasan lahan akan dilakukan menjadi 600.000 hektare pada tahun depan. Hingga pada akhirnya pemerintah mampu mencapai target 1 juta hektare produksi dalam beberapa tahun ke depan.

"Itu anggarannya sudah disiapkan sekitar Rp 400 miliar dan tahun depan juga akan ditingkatkan dari 300.000 menjadi 600.000 hektare, existing sekitar 150.000 hektare. Dengan demikian maka produksi itu, angka target produksi 1 juta hektare dikejar untuk 2-3 tahun ke depan," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×