kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,07   -9,47   -1.04%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penyebab IMFA gugat pemerintah ke arbitrase


Rabu, 18 November 2015 / 14:01 WIB
Ini penyebab IMFA gugat pemerintah ke arbitrase


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan gugatan arbitrase perusahaan tambang asal India disebabkan kesalahan penerbitan izin oleh pemerintah daerah.

Kepala Bagian Hukum Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Heriyanto mengatakan, pengajuan gugatan arbitrase dilakukan oleh India Metals & Ferro Alloys Limited (IMFA), sebuah perusahaan berbadan hukum India karena tak bisa melakukan penambangan batubara yang disebabkan tumpang tindih lahan dengan tujuh Izin Usaha Pertambangan (IUP), kabupaten dan provinsi.

"Mereka sudah tahap IUP produksi karena tumpang tindih lahan," kata Heriyanto, di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Rabu (18/11).

Heriyanto mengungkapkan, IMFA mengelola lahan seluas 3.600 hektare (ha). IUP tersebut diterbitkan Pemerintah Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah pada 2006 kepada PT Sri Sumber Rahayu Indah.

Kemudian pada 2010 dijual ke perusahan asal India tersebut dengan harga US$ 8,7 juta. Yang menjadi masalah, luas wilayah tambangnya meliputi Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Hal ini melangar ketentuan clean and clear (c&n). "Izin Bupati Barito Timur 2006. Ini preseden buruk bagi perusahan non CNC dibeli perushaan asing," tuturnya.

Menurut Heriyanto, persoalan ini bukan kesalahan pemerintah pusat, tetapi pemerintah daerah yang memberikan izin secara serampangan ke perusahan tambang.

"Harusnya bisa dibantah pemerintah, tapi yang salah pemerintah daerah bukan pemerintah pusat, tapi luar negeri tahunya kan pemerintah Indonesia," ungkapnya.

Heriyanto menambahkan, perusahaan tersebut juga tidak melakukan legal audit terlebih dahulu sebelum membeli perusahaan sebelumnya. "Kalau kami lihat kelemahannya perusahan itu membeli tidak melakukan legal audit terhadap perusahaan, harusnya dilakukan sebelum akuisisi dan tanya ke pemerintah apakah clear cnc-nya," paparnya.

Gugatan sudah masuk Arbitrase pada 23 September 2015 dan pada 6 Desember pemerintah akan melakukan sidang perdana di Persidangan Arbitrase Singapura. Dalam gugatan tersebut pemerintah digugat US$ 581 juta atau Rp 7,7 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×