Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menuturkan mengenai Pilkada 2020 yang akan digelar pada Desember nanti, dalam perjalanannya masih ada para pihak yang dinilai kurang mampu menunjukkan komitmen kesiapannya melalui berbagai pemenuhan instrumen dan berbagai prasyarat yang diperlukan.
Titi mencontohkan misalnya saja dari segi anggaran yang hingga hari ini belum kunjung terealisasi dan masih sebatas mengandalkan pendanaan APBD. Dimana jika hanya mengandalkan pendanaan APBD dinilai tidak semua Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki kemampuan untuk hal tersebut.
Baca Juga: Kemendagri gandeng Bulog untuk mendistribusikan logistik Pilkada serentak 2020
Adapun terkait regulasi mengenai pengaturan penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi atau Protokol Pilkada New Normal juga belum kunjung disahkan lantaran disebut Titi masih menunggu konsultasi dengan DPR dan Pemerintah. "Fasilitasi alat pelindung diri pun belum tersedia meski tahapan sudah berjalan," kata Titi saat dihubungi Kontan.co.id pada Rabu (17/6).
Dengan demikian Titi menambahkan maka, pelaksanaan di lapangan sepenuhnya mengandalkan kemampuan dan kapasitas penyelenggara di daerah untuk mendapatkan dukungan dari anggaran daerah dan kemampuan menggunakan daya dukung personal masing-masing.
"Ini tentu sangat tidak konsisten dengan keyakinan Pemerintah, DPR, dan KPU bahwa mereka siap menyelenggarakan Pilkada lanjutan 2020," imbuhnya.
Dalam pandangan Perludem, kondisi obyektif di lapangan menunjukkan bahwa indikator kesiapan yang dijanjikan oleh para pembuat kebijakan, khususnya Pemerintah sama sekali tidak kongkrit realisasinya.
Akibatnya praktik di lapangan dinilainya menjadi penuh simpang siur soal regulasi, anggaran, termasuk juga kepastian penguatan kapasitas untuk petugas pelaksana di lapangan, juga ketidakpastian sosialisasi Pilkada kepada publik
Baca Juga: Kemenko Kemaritiman dan Investasi berharap RUU Cipta Kerja bisa segera disahkan "Pilkada New Normal yang notabene memang lebih rumit, sulit, dan mahal ternyata masih dengan pendekatan daya dukung anggaran seperti praktik dalam situasi normal. Cenderung lambat, berubah-ubah kebijakan, dan akhirnya malah terlihat kurang serius," tuturnya.
Titi juga menyebut adanya kekakhawatiran baik dari sisi ancaman terhadap kualitas Pilkada dan mutu demokrasi lokal, juga adanya kerentanan tinggi adanya potensi petugas dan pemilih yang bisa terpapar Covid-19 akibat Pilkada yang tidak konsisten menerapkan protokol kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News