Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Masalah utang negara yang meningkat belakangan ini sering menjadi pembahasan di masyarakat.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Deni Ridwan mengatakan, penarikan utang yang dilakukan oleh pemerintah ini sejalan dengan kebutuhan belanja yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Deni memberi contoh, pada tahun ini belanja negara ditargetkan sebesar Rp 3.325 triliun, atau meningkat dari anggaran tahun 2023.
Sementara pendapatan negara pada tahun 2024 ditargetkan sekitar Rp 2.800 triliun, sehingga terdapat selisih defisit sekitar Rp 522 triliun.
"Ini kerjaan tempat saya (DJPPR) mencari Rp 522 triliun itu supaya program-program kita yang kita alokasikan di APBN bisa tercukupi kebutuhannya," ujar Deni dalam acara Sosialisasi Peran Pembiayaan APBN dan Edukasi Literasi Investasi SBN Ritel seri SBR013, Jumat (21/6).
Baca Juga: Kemenkeu Bantah Isu Indonesia Akan Bangkrut Karena Utang
Deni menyebut, pemerintah bisa saja tidak melakukan penarikan utang. Namun konsekuensinya, belanja negara termasuk belanja K/L harus diturunkan sekitar 15% agar pendapatan negara yang ditargetkan bisa memenuhi belanja tersebut.
"Bisa kalau kita tidak berutang, artinya belanja harus kita turunkan sekitar 15%. Kalau diminta untuk turunkan belanja 15%, sudah ada gambaran belanja yang akan dipotong? Berat," katanya.
"Itu makanya kita perlu mengelola belanja ini secara bijaksana dengan hati-hati agar bisa mendapatkan hasil yang sangat optimal," imbuh Deni.
Di sisi lain, pemerintah juga memiliki alasan lain mengapa Indonesia perlu melakukan hutang. Deni bilang, saat ini Indonesia menghadapi bonus demografi di mana penduduk Indonesia mayoritas merupakan penduduk usia muda.
"Mayoritas penduduk kita adalah penduduk yang usia muda. Mereka belum bayar pajak tapi sudah banyak kebutuhannya," katanya.
Kebutuhan yang dimaksud Deni adalah kebutuhan untuk menyiapkan makan atau asupan yang bergizi, layanan kesehatan, pendidikan yang berkualitas, hingga pembangunan infrastruktur seperti penyediaan internet.
Kebutuhan tersebut diperlukan agar anak-anak muda mengalami pertumbuhan secara optimal sehingga mereka bisa menjadi human capital investment.
Baca Juga: Kebijakan Pemblokiran Anggaran Tetap Berlaku Tahun Depan
Harapannya anak-anak muda yang belum membayar pajak bisa tumbuh secara optimal menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul sehingga Indonesia bisa menjadi negara bisa semakin kompetitif.
"Ini penting, jangan sampai anak-anak ini ke depan bukannya menjadi aset negara, tapi menjadi beban ekonomi kalau mereka bisa tumbuh optimal," kata Deni.
Oleh karena itu, masalah stunting menjadi masalah serius lantaran apabila tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan menjadi beban baru bagi negara di masa depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News