Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Otto Cornelis Kaligis terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (18/8). Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Kaligis, Humphrey Djemat, memaparkan alasan pengajuan gugatan praperadilan yang dilakukan kliennya.
"Dasar hukum pengajuan praperadilan ini adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 atas permohonan Pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap UUD 1945," kata Humphrey di PN Jaksel.
Ia mengatakan, tindakan KPK dalam menetapkan Kaligis sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada hakim PTUN Medan terlalu dini. Sebab, penetapan itu dilakukan tanpa melalui proses penyidikan dan pemeriksaan terhadap Kaligis baik sebagai saksi atau calon tersangka.
Semula, Kaligis menerima surat panggilan untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara penyuapan yang diduga dilakukan M Yagari Bhastara Guntur pada 13 Juli 2015. Di dalam surat itu, Kaligis diminta hadir pukul 10.00 WIB. Sementara surat baru sampai di tangan Kaligis pada tanggal yang sama pukul 10.40 WIB.
"Mengingat penerimaan (surat) pada hari dan tanggal yang sama dan keberadaan Pemohon sedang berada di Makassar, maka surat panggilan itu tidak dapat dipenuhi," kata dia.
Kemudian, pada hari yang sama, KPK melakukan penggeledahan di kantor Kaligis pukul 20.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB keesokan harinya. Setelah itu, Kaligis melayangkan surat kepada KPK yang berisi surat permohonan penjadwalan pemeriksaan ulang pada 23 Juli 2015.
Surat itu dilayangkan setelah penyidik KPK rampung menggeledah kantornya. Namun, ia menambahkan, ketika Kaligis berada di lobi Hotel Borobudur Jakarta, tiga penyidik KPK menjemputnya tanpa menunjukkan surat apa pun.
Setelah menjalani pemeriksaan sejak pukul 19.00 WIB hingga 21.00 WIB, penyidik KPK menunjukkan tiga surat. Pertama, Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-25/01/07/2015 tanggal 13 Juli 2015, di mana di dalam surat itu KPK telah menetapkannya sebagai tersangka. Surat kedua merupakan Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprin.Kap-02/01/07/2015 tertanggal 13 Juli 2015 yang ditandatangani Taufiqurachman Ruki selaku pelaksana tugas pimpinan KPK dan A Damanik selaku penerima perintah.
Ketiga, surat perintah penahanan Nomor: Sprin.Han-033/01/07/2015 tertanggal 14 Juli 2015. Setelah ditunjukkan ketiga surat itu, Kaligis menandatangani berita acara penolakan menandatangani berita acara penangkapan dan menolak penahanan.
"Ini memperlihatkan bahwa penetapan pemohon sebagai tersangka adalah dilakukan tanpa melalui proses penyidikan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan alat bukti guna membuat dugaan tindak pidana menjadi terang dan dengan itulah ditemukan tersangkanya," ujarnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, pada 14 Juli 2015, KPK melayangkan surat panggilan untuk memeriksa Yurinda Tri Achyuni dan Yulius Irawanstah Mawardji untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Kemudian, pada 24 Juli 2015 KPK kembali melayangkan surat panggilan kepada Aryani Novitasari untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
"Dengan demikian, rangkaian tindakan lain yang dilakukan Termohon sebagai lanjutan dari adanya penetapan tersangka Pemohon tersebut, antara lain berupa penangkapan, penahanan, dan penyitaan serta tindakan lainnya adalah merupakan tindakan yang tidak sah karena dilakukan secara melawan hukum," tegasnya. (Dani Prabowo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News